Jumat 07 Apr 2017 21:32 WIB

Selamat Jalan Ehaka....

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Maman Sudiaman
EH Kartanegara
Foto: twitter
EH Kartanegara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabar duka datang ke redaksi Republika. EH Kartanegara, atau biasa disapa Ehaka, yang meninggal pada Kamis (6/4) malam. Almarhum adalah mantan wartawan Republika.

Edi Aryono, adik dari almarhum menceritakan kronologi meninggalnya almarhum. “Satu tahun yang lalu, pak Ehaka diketahui ada cairan di jantungnya, cairan itu mengganggu pernafasannya,” kata Edi.

Edi mengatakan, almarhum juga sempat dibawa ke Bogor. Di sana, almarhum berobat dari guru persilatan yang juga ahli pengobatan alternatif. Setelah beberapa bulan berobat, kondisi almarhum sempat membaik. “Suatu kali pak Karta itu ada acara, seperti diskusi-diskusi, dan pulangnya malam. Hingga akhirnya kambuh lagi, sesak lagi, anginnya masuk ke dadanya,” kata Edi.

Kata Edi, pada malam jumat pukul 19.30 WIB almarhum dibawa ke RS. Anna Medika Bekasi karena kondisi almarhum memburuk, kesulitan bernapas. “Makin kesusahan untuk bernafas, hingga akhinya sekitar pukul 22.00 ia menghembuskan napas terakhirnya,” ungkap Edi.

Jenazah almarhum, langsung dibawa ke Pekalongan untuk dimakamkan di sana. “Sudah, sehabis Jumatan langung di makamkan,” kata Edi. Ia mengabarkan, sudah banyak sekali yang melayat almarhum, dari mulai tokoh masyarakat Pekalongan, rekan-rekan almarhum di kelompok teater, juga wartawan yang dekat dengan almarhum.

In Memoriam Mas Ehaka

Sosok almarhum begitu memesona, dan menginspirasi banyak orang. Terutama di dunia jurnalistik, khususnya di Republika. Almarhum lahir di Pekalongan pada 4 Juni 1953.

Sebelum bergabung dengan Republika, almarhum sempat menjadi wartawan majalah Tempo (1982-1987). Hingga akhirnya, dia keluar dan bersama para wartawan “alumni” Tempo membidani lahirnya Republika.

Krisman Purwoko, wartawan yang juga dekat dengan almarhum, mengaku sangat kehilangan atas meninggalnya seorang wartawan besar. “Saking dekat, sudah seperti adik-kakak. Mungkin bisa dibilang guru kehidupan. Ehaka selalu memberikan standar yang tinggi untuk setiap karya jurnalistik di setiap media yang ia tempati,” jelas Krisman pada Republika.co.id, Jumat (7/4).

Setelah lima tahun (1991-1996) menjadi redaktur Republika, almarhum bergabung lagi dengan Emha Ainun Najib, merancang tabloid majalah Adil di Solo di bawah manajemen Republika. Dari penuturan Krisman, dengan lahirnya tabloid tersebut, almarhum dan beberapa dari Republika pindah ke Solo untuk mengembangkan majalah Adil.

Selanjutnya, almarhum menjadi redaktur eksekutif Adil pada 1996-1998. Krisman mengatakan, almarhum sangat mengkritisi tulisan jurnalistik koran yang hanya memunculkan berita dari permukaan saja. “Iya, beritanya tipis, talking news melulu,” kata Krisman sambil mengingat sosok almarhum.

Lain lagi cerita dari Tommy Tamtomo. Di mantan mantan Pemred Republika ini, EH Kartanegara adalah sosok teman yang menyenangkan. Baik di saat kerja maupun di luar urusan pekerjaan. Satu peristiwa yang tidak mungkin saya lupakan, sekitar tahun 1993, di bulan Ramadhan.

Saat itu kami punya kebiasaan sahur bersama. Berangkat bersama dari kantor, naik mobil mencari warung yang buka untuk sahur. Suatu saat kami berhenti di sebuah warung di Jalan Buncit Raya. Warung itu menjual steak dengan kentang goreng.

Rupanya tukang masak keteteran harus melayani sekitar tujuh orang  wartawan Republika yang ingin sahur. Waktu subuh tinggal sekitar 15 menit lagi tiba. Akhirnya EH Kartanegara memutuskan untuk membantu memasak di dapur, menggoreng kentang agar makanan bisa segera siap.

"Hasilnya, kami berhasil selesai makan sahur tepat ketika adzan subuh terdengar," kenangnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement