Kamis 17 Oct 2019 10:12 WIB

Kegentingan Setelah UU KPK Versi Revisi Berlaku Hari Ini

Sejumlah kewenangan KPK sudah tidak ada jika merujuk pada UU KPK versi revisi.

Anggota Wadah Pegawai KPK membawa bendera kuning saat melakukan aksi di gedung KPK Jakarta (Ilustrasi)
Foto: ANTARA/WAHYU PUTRO
Anggota Wadah Pegawai KPK membawa bendera kuning saat melakukan aksi di gedung KPK Jakarta (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Erika Nugraheny, Mimi Kartika, Aris Satrio Nugroho, Sapto Andika Candra

Undang-undang (UU) KPK versi revisi mulai berlaku 17 Oktober 2019. Menurut pasal 73 ayat (2) UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dalam hal RUU tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak RUU tersebut disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.

Revisi UU KPK disahkan dalam rapat Paripurna DPR pada 17 September 2019 dengan waktu revisi hanya 13 hari sejak usulan revisi UU KPK yang diusulkan Baleg DPR. Artinya, UU KPK versi revisi otomatis berlaku pada 17 Oktober 2019.

Ketua Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (KoDe Inisiatif), Veri Junaidi, justru menilai, kegentingan terjadi setelah UU KPK berlaku tanpa adanya Perppu KPK dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Penegakan hukum tidak bisa dijalankan, sebab, sejumlah kewenangan (penyadapan, penindakan) yang dimiliki oleh KPK sudah tidak ada jika merujuk kepada aturan dalam UU yang baru.

"Justru menurut saya, ketika hari ini UU sudah berlaku yakni terhitung 30 hari setelah pengesahan. Dan saat ini belum ada perppu justru ini menunjukkan kegentingan itu sendiri. Dampaknya bahwa penindakan hukum terhadap kasus korupsi tidak bisa dijalankan," ujar Veri ketika dikonfirmasi Republika, Kamis (17/10).

Padahal, kata dia, ada banyak kasus korupsi yang bisa ditangani secara on progress. "Ya ini adalah kondisi yang memang menurut saya bisa disebut sebagai kegentingan atas disahkannya UU KPK, " katanya menegaskan. 

Sehingga, menurut Veri, Presiden Jokowi sebaiknya bisa melihatnya sebagai suatu persoalan hukum dalam konteks pemberantasan korupsi. "Paling tidak ini mestinya menjadi perhatian, bahwa dengan tidak adanya kewenangan penindakan ya tidak bisa melakukan apa-apa terhadap proses penegakan hukum korupsinya kan. Itu yang memang menjadi salah satu urgensi kenapa perlu perppu," papar Veri. 

Sebelumnya, Ketua Divisi Kampanye Publik ICW Lalola Easter, mengatakan, ada satu alasan penting yang mendasari sikap koalisi masyarakat sipil mendorong terbitnya perppu. Penerbitan perppu, kata dia, bisa menjadi semacam mekanisme klarifikasi dari Presiden kepada masyarakat. 

"Sebab yang kita pahami selama ini dan yang publik tangkap dalam pembahasan revisi UU KPK dan disahkan itu adalah ketidakpatuhan menteri yang bertugas untuk membahas dengan apa yang dimau oleh Presiden. Kurang lebih begitu. Makanya yang kami dorong masih perppu sebab buat kami itu perppu adalah salah satu cara presiden mengembalikan mandat dan mengoreksi kekeliruan yang dilakukan sama menterinya," jelas Lalola menegaskan.  

Dua hari sebelum UU KPK versi revisi berlaku, Ketua KPK Agus Rahardjo mempertanyakan kehadiran Perppu KPK. "Ini sebenarnya Perppu KPK jadi dikeluarkan atau nggak, itu juga beliau belum bisa menjawab. Masih dipikirkan kata beliau begitu," ujar Agus, Selasa (15/10).

Agus menuturkan, masa kepemimpinan KPK akan berakhir pada 17 Oktober berbarengan dengan berlakunya UU KPK hasil revisi. Menurut dia, ketika UU KPK itu efektif berlaku maka pimpinan KPK tak lagi menjabat sebagai penegak hukum.

Sebab, lanjut Agus, UU KPK hasil revisi menjelaskan bahwa pimpinan KPK tak lagi berwenang sebagai penyidik maupun penuntut. Sehingga, kemungkinan operasi tangkap tangan (OTT) KPK karena sudah kewenangan itu.

"Karena di undang-undang yang baru itu jelas bukan penyidik, bukan penuntut. Dengan cara begitu kan kemudian mungkin tak ada OTT lagi."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement