REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Mahkamah Konstitusi menyatakan KPU telah melakukan pelanggaran karena membuka kotak suara di luar perintah pengadilan.
"Termohon (KPU) membuka secara bebas kotak suara, meskipun termohon wajib menyimpan dan memelihara, namun termohon membuka kotak suara harus mengindahkan norma yang berlaku, secara itu merupakan pelanggaran," kata Hakim Konstitusi Anwar Usman saat membacakan pertimbangan hukum Putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Sengketa Pilpres) di Jakarta, Kamis.
Namun, lanjut Anwar, hal tersebut tidak terkait dengan perolehan suara, maka mahkamah tidak berwenang mengadilinya. "Jika masalah etik DKPP yang mengadili. jika pembukaan kotak sura tersebut merupakan ranah hukum pidana, jadi instansi lain yang mengadilinya," katanya.
Walaupun hal tersebut merupakan pelanggaran, kata Anwar, namun pembukaan kotak untuk mencari bukti dan bisa dipertanggungjawabkan maka pengambilan bukti itu dianggap sah. Perolehan bukti demikian (membuka kotak suara), menurut mahkamah berdasarkan surat permohonan dan secara umum dilaksanakan mengundang panwaslu, saksi bahkan polisi serta berita acara, perolehan bukti ini sejalan dengan
ketetapan mahkamah.
Pembukaan kotak suara ini dipermasalahkan pemohon (pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa). Pihak pemohon menilai KPU telah merusak alat bukti karena membuka kotak
suara dengan mengeluarkan Surat Edaran (SE) KPU Nomor 1446 pada 25 Juli 2014.
Permohonan sengketa Pilpres ini diajukan oleh pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Prabowo-Hatta mengajukan gugatan atas dugaan adanya kecurangan yang
terstruktur, sistematis, dan masif pada pelaksanaan Pilpres 2014. Pembacaan putusan sengketa Pilpres hingga berita ini diturunkan masih berlangsung.