Kamis 21 Aug 2014 11:46 WIB

Panglima TNI: Tak Satu Pun Prajurit Bawa Peluru Tajam

Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko (kanan) keluar dari kendaraannya ketika memenuhi panggilan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Rabu (20/8). Pertemuan itu antara lain membahas pengamanan menjelang pengumuman hasil sengketa Pilpres 2014 di
Foto: antara
Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko (kanan) keluar dari kendaraannya ketika memenuhi panggilan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Rabu (20/8). Pertemuan itu antara lain membahas pengamanan menjelang pengumuman hasil sengketa Pilpres 2014 di

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko memerintahkan prajuritnya tidak membawa peluru tajam saat melakukan pengamanan terkait gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden yang akan diputuskan oleh Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Kamis (21/8).

Pemeriksaan adanya peluru tajam yang dibawa oleh prajurit TNI dilakukan langsung oleh panglima TNI setelah apel gabungan pasukan TNI digelar di Kemayoran Jakarta Pusat, Kamis pagi sebelum seluruh personel disebar ke sejumlah titik untuk melakukan pengamanan.

Menurut dia, sanksi tegas berupa pencopotan jabatan kepada komandan yang bertanggung jawab dipastikan akan dijatuhkan bila ada prajurit TNI yang nekat membawa peluru tajam, terlebih menggunakannya saat bertugas melakukan pengamanan.

"Tidak ada satupun prajurit yang membawa apalagi menggunakan munisi tajam. Bila ada yang nekat, komandannya akan saya gantung," ancam panglima saat memimpin apel.

Masing-masing satuan setingkat kompi (SSK) diminta melucuti terlebih dahulu senjata yang dibawanya untuk melihat peluru yang digunakan.

Panglima TNI mengatakan, pihaknya tidak ragu apabila terjadi tindakan yang anarkis terkait putusan gugatan PHPU yang dilayangkan pasangan nomor urut satu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

"Saya akan mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan prajurit TNI dalam hal bertindak tegas terhadap anarkisme," tegasnya.

Namun demikian, tugas yang dilakukan oleh aparat TNI dalam pengamanan putusan MK hanya bersifat "penebalan" kepada aparat kepolisian. Oleh karena itu, dirinya mengimbau agar prajuritnya bertindak sesuai prosedur.

"Semuanya dijalankan secara terukur, yang kita pedomani bersifat penebalan tidak diberi sektor. Itu dalam situasi normal kalau tidak normal dan tidak ada aparat polisi maka ambil alih, tindak, setelah itu serahkan ke kepolisian. Kalau didiamkan TNI bisa dituduh melakukan pembiaran," kata Moeldoko.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement