REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamanan berlapis oleh Polri dan TNI di sekitar Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) hingga titik masuk ke Jakarta sudah tepat. Langkah ini ditempuh agar MK dapat mengambil putusan yang objektif dan terbebas dari ancaman dan intervensi pendemo.
Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran (Unpad), Muradi, menyatakan hal ini berimplikasi pada dua hal. Pertama, sebagai bagian dari langkah preventif keamanan ibu kota. "Ini untuk menjaga keamanan nasional," imbuhnya, kepada Republika, Rabu (20/8).
Kedua, pengamanan ini berkaitan dengan penegakan wibawa lembaga tinggi negara. Jangan sampai lembaga tinggi negara luput dari pengamanan.
Implikasi pertama adalah bagian dari mekanisme dan tahapan dari prosedural pengamanan yang harus dilakukan oleh institusi keamanan.
Langkah dan prestasi yang baik selama pengamanan pada pelaksanaan Pemilu 2014 tentu saja tidak ingin diciderai oleh manuver pengerahan massa yang akan berimplikasi pada kemungkinan terjadinya politik pemaksaan atas hasil keputusan MK.
Institusi keamanan, baik Polri maupun TNI menyadari benar, setiap manuver pengerahan massa akan mengandung konsekuensi-konsekuensi ancaman atas keamanan yang terus coba dijaga tetap kondusif setelah Pilpres.
Sedangkan sebagai lembaga negara, MK harus dibebaskan dari tekanan-tekanan massa dalam proses pembuatan keputusannya. Politik pengerahan massa diasumsikan untuk melakukan tekanan dan intimidasi yang terus dilakukan oleh pendukung pasangan capres dan cawapres yang melakukan gugatan ke MK.
"Pada kondisi ini, Polri dan TNI harus memastikan bahwa MK dan lingkungan sekitarnya harus steril dan terbebas dari tekanan massa bagi kepentingan pihak yang bersengketa," papar Muradi.
Harapannya, agar MK dapat menghasilkan keputusan yang berimplikasi positif bagi perkembangan demokrasi dan masa depan Indonesia.