REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim transisi Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) mengendus banyaknya praktik kolusi dalam pengadaan barang dan jasa yang selama ini terjadi. Hal itu tidak sesuai dengan mekanisme normal. Karenanya, membuat pembengkakan anggaran yang cukup signifikan.
"Mungkin saja ada pengadaan barang dan jasa yang tidak dibutuhkan tapi dipaksa-paksakan sesuai dengan kepentingan kelompok tertentu atau dengan proses yang tidak efisien," kata deputi tim transisi Jokowi-JK, Andi Widjajanto, Rabu (20/8).
Namun, dia mengaku belum tahu berapa kerugian negara akibat praktik tersebut. Karena masing-masing kelompok kerja (pokja) yang ada di tim transisi sedang mengidentifikasi bidangnya masing-masing.
"Kalau pokja saya mengidentifikasi yang terjadi di kemenhan dan di kepolisian yang sekarang ramai di media soal judi online yang ada dugaan polisi sebagai backing-nya," katanya tanpa membeberkan lebih detail maksudnya.
Andi mengatakan, identifikasi terhadap tumpang tindih peran antara kementerian dan lembaga juga menjadi fokus pembahasan. Sebab, tumpang tindih peran sangat rentan terhadap keberadaan praktik korupsi.
Bahkan sampai adanya mafia yang membuat birokrasi tidak efisien atau cenderung korup. Kajian juga dilakukan terkait pengadaan mobil dinas untuk pejabat dan juga perjalanan dinasnya.
Pengadaan mobil dinas dinilai menyedot anggaran lebih besar. Maka opsi pemberian tunjangan transportasi atau sewa mobil dinas dianggap lebih efisien. "Jadi tidak ada beban-beban perawatan," katanya.