Ahad 17 Aug 2014 18:46 WIB

ICW: Korupsi di Daerah Makin Mengkhawatirkan

Rep: Mas Alamil Huda/ Red: Djibril Muhammad
Demo anti korupsi
Foto: Ismar Patrizki/Antara
Demo anti korupsi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis data kasus korupsi yang terjadi selama semester I tahun 2014. Hasilnya, ada tren kenaikan jumlah kasus korupsi yang terjadi. Kenaikan signifikan terjadi di tingkat daerah.

Dari 308 jumlah kasus yang ditangani aparat penegak hukum, pemerintah daerah menjadi instansi yang paling banyak melakukan tindak pidana korupsi yakni sebesar 97 kasus.

Kemudian disusul DPRD sebanyak 21 kasus, Dinas Pekerjaan Umum 20 kasus, kementerian dan Dinas Pendidikan yang masing-masing sebanyak 19 kasus.

Koordinator Divisi Investigasi ICW Tama S Langkun mengatakan, tren kenaikan kasus korupsi yang terjadi di daerah terus meningkat jika dilihat berdasarkan sektor, aktor, instansi maupun wilayah penanganan kasus. "(Korupsi) Di daerah makin mengkhawatirkan," katanya di kantor ICW, Jakarta, Ahad (17/8).

Dia mengatakan, jumlah kepala daerah yang menjadi tersangka meningkat lebih dari dua kali lipat. Pada semester I tahun 2013 tercatat 11 kepala daerah menjadi tersangka. Sedangkan pada semester I tahun 2014 atau sampai bulan Juni, 25 kepaka daerah menjadi tersangka karena tersandung kasus korupsi.

Dalam kurun waktu 2010 sampai semester I tahun 2014, kata dia, sekurang-kurangnya ada 182 kepada daerah yang telah menjadi tersangka. Hal ini menunjukkan bahwa korupsi yang terjadi di daerah tidak bisa dipandang sebelah mata karena menimbulkan kerugian uang negara yang tidak sedikit.

Menurut Tama, banyaknya kasus korupsi yang terjadi di daerah mengharuskan kepolisian dan kejaksaan untuk lebih getol dan proaktif dalam menindak kasus-kasus yang terjadi. Sebab, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan mampu menangani seluruh kasus yang ada.

"Omong kosong kalau semuanya bisa ditangani oleh KPK," ujarnya. Meski, kata dia, sejauh ini memang KPK menangani kasus yang memiliki potensi kerugian negara yang jauh lebih besar dibanding kepolisian dan kejaksaan.

Menurut Tama, kepolisian dan kejaksaan harus meningkatkan komunikasi dengan media dan kelompok masyarakat sipil di tingkat pusat maupun daerah. Hal itu untuk mendapat informasi terjadinya korupsi dan mengawal perkara-perkara yang ditangani. Dan juga memublikasikan capaian-capaian kasus korupsi yang sudah ditangani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement