REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Sidang kelima Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) tentang dugaan pelanggaran kode etik penyelenggaraan pilpres berjalan cukup alot, Jumat (15/8) malam. Apa lagi saat pihak pengadu dari tim Prabowo-Hatta membahas tentang Mahkamah Kosntitusi (MK) dalam persidangan.
"Kalau mencermati bahasa bapak (Harjono), betul MK bukan mahkamah kehormatan. Ini bahasa bapak seolah memberi imunitas," kata anggota kuasa hukum Prabowo-Hatta, Razman Arif dalam sidang di Aula Kementerian Agama, Jakarta.
Pernyataan tersebut disampaikan Razman, setelah mantan hakim MK Harjono memberikan kesaksian sebagai ahli hukum di sidang. Harjono dihadirkan KPU sebagai saksi ahli.
Mendengar ucapan Razman, Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie selaku pimpinan sidang langsung berkomentar dan memotong ucapan Razman. "Kita nggak bicara MK. Nanti saudara bahas Akil lagi di sini," kata Jimly disambut tawa pengunjung sidang.
Razman mempersoalkan pernyataan Harjono yang menyatakan isi kotak suara merupakan properti milik KPU. Membuka kotak suara merupakan hak karena properti menjadi domain KPU. Harjono menyatakan tidak ada kesalahan dan pelanggaran etik yang dilakukan KPU.
Namun, menurut Razman, KPU sebagai penyelenggara pemilu memiliki jejak rekam yang buruk. Terbukti dengan banyaknya jajaran KPU yang diberhentikan DKPP. "DKPP berdiri dua tahun yang lalu, perkara ada 6.000 lebih. Yang disidangkan 455, dan 233 penyelenggara diberhentikan," kata Razman.
Artinya, lanjut dia, KPU banyak melakukan pelanggaran etik. Jika semua hal dijadikan domain KPU, menurutnya akan semakin banyak pelanggaran yang akan dilakukan KPU.