REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pakar Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam memeriksa hasil perkara PHPU harus mempertimbangkan aspek konstitusionalitas dan legalitas.
Yusril menyampaikan sebagai saksi ahli yang diajukan Prabowo-Hatta sebagai pihak pemohon dalam sidang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2014, Jumat (15/8). Yusril mengatakan MK jangan menjadi lembaga kalkulator yang terkait angka-angka perhitungan belaka.
"MK harus melangkah ke arah lebih substansial dalam mengadili dan memutuskan sengketa Pilpres. Seperti di negara Thailand, mahkamah dapat menilai apakah pemilu konstitusional atau tidak," kata Yusril di ruang sidang pleno.
Yusril mengatakan sesuai pasal 6 a ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan presiden dan wakil presiden dipilih oleh rakyat. Sedangkan mekanismenya terdapat dalam pasal 22 e UUD 1945 yakni melalui pemilu yang berasas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
"Karena itu, maka pelaksanaan keadaulatan rakyat bukan persoalan norma hukum biasa tapi berkaitan dengan norma konstitusi. Pilpres adalah persoalan konstitusi sehingga jika timbul perselisihan lembaga yang berwenang memutuskan adalah MK," imbuhnya.
Masalah pemilu, kata Yusril, terkait konstitusionalis dan legalitas, seperti asas pelaksanaan pemilu telah dilaksanakan semestinya atau tidak. Hal yang perlu menjadi pertimbangan terkait aspek-aspek legalitas pemilu, memeriksa dengan seksama kontitusionalis dan legalitas pemilu.
"Karena presiden dan wakil presiden terpilih harus memerintah dengan memperoleh legitimasi kekuasaan. Karena tanpa itu presiden dan wakil presiden akan krisis legitimasi. Ada baiknya dalam memeriksa PHPU, MK melangkah ke arah itu," jelasnya.
Sidang ketujuh yang membahas perkara PHPU Pilpres 2014 tersebut mengagendakan MK mendengar keterangan saksi ahli dari pihak pemohon, termohon dan pihak terkait.