Kamis 14 Aug 2014 19:13 WIB

Saksi Prabowo-Hatta: Jumlah DPKTb di Jakarta Tidak Wajar

Rep: Ira Sasmita/ Red: Esthi Maharani
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva (tengah) mendengarkan keterangan saksi dari pihak terkait  pada sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2014 di Gedung MK, Jakarta, Kamis (14/8). (Republika/Agung Supriyant
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva (tengah) mendengarkan keterangan saksi dari pihak terkait pada sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2014 di Gedung MK, Jakarta, Kamis (14/8). (Republika/Agung Supriyant

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saksi dari tim Prabowo-Hatta menyebut jumlah daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb) di Jakarta pada pilpres 2014 tidak wajar. Mereka menduga terjadi mobilisasi massa di wilayah Jakarta Utara, Jakarta Pusat, dan Jakarta Timur untuk memenangkan pasangan calon tertentu.

Pengurus DPD Gerindra DKI Jakarta, Syarif, yang diajukan sebagai saksi pada sidang dugaan pelanggaran kode etik di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengatakan, membengkaknya angka DPKTb tidak lepas dari kebiijakan komisioner KPU DKI Jakarta. Saat keganjilan tersebut dilaporkan ke pengawas pemilu, Bawaslu menindaklanjuti dengan mengeluarkan rekomendasi.

"Tapi Teradu (KPU DKI) tidak menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu DKI Jakarta. Tindakan ini kami nilai sudah melanggar etik sebagai penyelenggara pemilu," kata Syarif saat memberikan kesaksian, di Aula Kementerian Agama, Jakarta, Kamis (14/8).

Saat Bawaslu DKI memerintahkan dilakukan pengecekan kembali di 5.801 TPS, KPU DKI disebut tidak menjalankannya. Hanya KPU Jakarta Selatan dan Jakarta Barat yang diketahui melakukan rekomendasi tersebut. Sementara KPU Jakarta Utara, Jakarta Timur, dan Jakarta Barat tidak melaksanakan. Dengan alasan belum menerima surat perintah dari KPU DKI Jakarta.

"Tapi ada pernyataan dari komisioner KPU DKI bilang ke saya, mas kalaupun dilakukan kroscek dan direkomendasikan pemungutan ulang di 5.801 TPS itu ga mungkin dilakukan. Karena PSU paling lambat 10 hari setelah pemungutan suara," ujar Syarif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement