Kamis 14 Aug 2014 12:54 WIB

Cicip: Agung Laksono Dipecat Lewat Rapat Tidak Resmi

Rep: Muhammad Akbar Wijaya/ Red: Muhammad Hafil
Agung Laksono
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Agung Laksono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar, Sharif Cicip Sutarjo menceritakan proses pemecatan sejumlah pengurus partai seperti Agung Laksono dan Yorrys Raweyai. Cicip menyatakan keputusan memecat Agung diambil lewat rapat tidak resmi. "Rapat rutin tim tidak resmi untuk keperluan organisasi," kata Cicip kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (14/8).

Dalam rapat itu hadir sejumlah pengurus inti DPP Golkar seperti Bendahara Umum Golkar, Setya Novanto dan Sekretaris Jendral Golkar, Idrus Marham. Pada intinya peserta rapat mempertanyakan sikap Agung sebagai Wakil Ketua Umum Golkar yang terus mendesak percepatan Munas. Padahal Agung tahu bahwa 33 pengurus DPD Golkar telah menandatangani kesepakatan untuk menggelar Munas pada 2015 sesuai rekomendasi Munas Golkar di Riau 2009. "Memang ada pembicaraan macam-macam termasuk pertanyaan kok waketum masih menyuarakan Munas dipercepat?," ujar 

Cicip mengaku heran kenapa ada informasi Agung dipecat sebagai ketua umum. Padahal rapat saat itu tidak memutuskan soal pemecatan. "Ga ada dipecat. Entah bagaimana bisa keluar," katanya.

Rekomendasi Munas Riau 2009 agar Munas Golkar selanjutnya dilakukan pada 2015 tidak menyalahi Anggaran Dasar dan Rumah Tangga (AD/ART) Partai Golkar yang mengatur pelaksanaan Munas per lima tahun sekali. Pasalnya, kata Cicip rekomendasi itu diputuskan lewat kesepakatan bersama elite-elite Golkar yang ada saat itu. "Pak Jusuf Kalla diwakili Andi Matalata sebagai Ketua Sterring Committee waktu itu. Perwakilan Aburizal dan Surya Paloh. Tiga pihak sudah duduk bersama," kata Cicip.

Cicip menyatakan rekomendasi Munas Riau bukan keputusan Aburizal. Sebab saat itu Aburizal belum menjadi Ketua Umum Golkar. "Itu persetujuan munas. Bukan Aburizal. Waktu itu Aburizal belum jadi ketum," ujarnya.

Rekomendasi Munas Riau hanya berlaku sampai 2015. Munas selanjutnya akan mengikuti aturan yang terdapat dalam AD/ART Golkar yakni per lima tahun sekali.

Cicip menyatakan DPP Golkar tidak berwenang menyelenggarakan Munas dalam waktu dekat. Menurutnya apabila ada kader Golkar yang ingin Munas dipercepat mereka harus meminta persetujuan dari DPD I Golkar. "Kalau minta Munas di tangan DPD I sebagai perserta yang punya hak pilih. DPD. I sudah teken Munas 2015. Kalau mau bicara sama DPD bukan DPP," kata Cicip.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement