REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- MD (19), otak pelaku kasus pelecehan seksual disertai pembunuhan dengan cara memutilasi korban-korbannya disebut terobsesi dari ayahnya yang seorang dukun dan juga mantan pembunuh.
"Sebelumnya saya bersama tim Polda Riau telah turun untuk melakukan pengecekan psikologi pelaku MD. Informasi itu terungkap," kata Psikolog dari Universitas Islam Riau, Yanuar Arif.
Ia mengatakan, pelaku MD merupakan anak dari isteri kelima ayahnya yang ternyata telah sejak lama berprofesi sebagai dukun (paranormal). Ayahnya, menurut dia, selalu memberikan doktrin kepada MD dengan cara bercerita tentang pembunuhan yang dialaminya.
"Cerita pembunuhan itu bahkan telah disampaikan ayahnya itu sejak MD masih kecil sehingga telah tertanam emosi negatif pada diri pelaku," katanya.
Terlebih, lanjut kata dia, ayahnya memang dikenal sebagai dukun yang pada akhirnya memotifasi MD untuk melakukan apa yang diajarkan sejak kecil. MD pada akhirnya mempercayai hal-hal yang tak wajar, termasuk melakukan pembunuhan dan memutilasi para korbannya.
Dari hasil pemeriksaan psikologi awal hingga akhir, kata dia, memang tidak ditemukan tanda-tanda adanya gangguan atau kelaianan jiwa pada MD.
Yanuar mengatakan, pihaknya juga melihat cara pelaku membunuh, dan dilakukan untuk apa, terlihat tidak ada kejanggalan atau prilaku menyimpang.
"Kalau pelaku MD ini malah melakukan kejahatannya itu secara berkelompok. Tiga kasus pembunuhan bahkan dilakukan bersama dengan isteri yang telah diceraikannya (DD berusia 19 tahun). Terhadap korban keempat dan kelima pelaku MD baru melakukannya sendiri dan untuk korban keenam dan ketujuh baru dilakukan bersama rekannya (S pria 26 tahun dan DP laki-laki 17 tahun)," kata dia.
Artinya, kata dia, untuk rencana vonis gangguan kejiwaan pelaku MD telah gugur karena semua kejahatan itu dilakukan secara berencana dan sadar tanpa gangguan kejiwaan.
Sementara dari sisi sosial, kata Yanuar, pelaku juga tidak ada masalah, dia juga berhubungan baik dengan sejumlah masyarakat tempat dia tingggal. "Mungkin yang bermasalah hanya kontrol emosinya saja dan itu bukan merupakan gangguan kejiwaan," demikian psikolog.