REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah keluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61/2014. Salah satu isinya adalah pemerintah melegalkan aborsi dengan syarat, pertimbangan kedaruratan bagi ibu dan kehamilan akibat perkosaan.
Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan, korban perkosaan boleh melakukan aborsi maksimal 40 hari setelah haid terakhir. Kondisi ini diperbolehkan oleh MUI."Jadi kami saat membuat peraturan sudah melakukan berbagai konsultasi. Sebenarnya tidak perlu ada kontroversi lagi,"kata Nafsiah di Jakarta, Rabu, (13/8).
Wanita yang diperkosa, kata Nafsiah, masak harus dipaksa untuk mengandung anak selama sembilan bulan dari orang yang menyakitinya. Ini akan menjadi penderitaan seumur hidupnya.
Anak hasil perkosaan, ujar Nafsiah, juga harus menderita seumur hidup karena distigma anak akibat perkosaan. "Kalaupun anak ini lahir lalu dimasukkan ke panti asuhan karena ibunya tak mau merawatnya akibat depresi, apa ini kehidupan yang diharapkan?" katanya.
Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, ujar Nafsiah, harus dilakukan. Namun kalau perkosaan terlanjur terjadi, maka semua harus bijak dalam melihat masalah ini.
Dalam membuat aturan ini, terang Nafsiah, membutuhkan waktu lima tahun. Semua kementerian maupun LSM terlibat diharapkan sudah tidak ada kontroversi lagi.
"Kalau ada pihak yang tidak sepakat dengan PP ini, pasti belum membaca PP-nya. Ini turunan dari Undang-undang kesehatan, semua sudah jelas,"kata Nafsiah.