Rabu 13 Aug 2014 15:26 WIB

Saksi KPU Keberatan dengan Permohonan Prabowo-Hatta

Rep: c87/ Red: Bilal Ramadhan
Massa pendukung Prabowo-Hatta melakukan aksi di halaman gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (12/8).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Massa pendukung Prabowo-Hatta melakukan aksi di halaman gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (12/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Saksi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pihak termohon dalam sidang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (13/8), Philep Wamafwa, menyatakan keberatan dengan permohonan dari Tim Prabowo-Hatta sebagai pihak pemohon. Philep merupakan anggota KPUD Provinsi Papua Barat.

Philep menyampaikan keberatan kepada pemohon terkait berkas permohonan halaman 186 huruf e, yang mendalilkan di daerah-daerah pemilihan Papua di pedalaman dan yang mayoritas beragama Nasrani, pasangan nomor urut dua (Jokowi-JK) mendapat suara masyoritas, hal itu disebabkan isu lebih mudah merdeka.

Sedangkan di beberapa kampung muslim dan daerah perkotaan diperoleh kecenderungan terhadap pasangan nomor urut satu (Prabowo-Hatta).

"Saya keberatan. Ini stigma bagi saya dan orang papua. Saya orang Papua berambut keriting dan berkulit hitam adalah orang indonesia," kata Philep. Hakim Konstitusional Ahmad Fadlil Sumadi, mengatakan hal tersebut akan dipertimbangkan hakim MK.

Sementara, terkait dengan pelaksanaan pilpres di Papua Barat, kata Philep, sama sekali tidak ada kejadian khusus dalam pilpres, di tingkat PPS, distrik, kabupaten dan provinsi. Setiap dokumen yang ditetapkan di TPS, PPS, PPK, KPUD kabupaten sampai provinsi semua ditanda tangani oleh saksi paslon nomor satu dan saksi paslon nomor dua.

"(Dalam dalil permohonan) Dikatakan bahwa KPU bersama-sama dengan pejabat melakukan upaya memenangkan pasangan nomor urut dua, sama sekali tidak ada. Tidak ada satu upaya dari KPU untuk memenangkan salah satu pasangan calon manapun," jelas Philep.

Philep juga mengatakan dalam pemilu presiden di Papua Barat tidak ada sistem noken, sebab sebagian besar masyarakat majemuk yang sudah memahami sistem pemilu. Menurutnya, tidak ada satu dalilpun untuk menjawab dalil yang disampaikan pemohon karena setiap TPS sampai kabupaten/kota dan provinsi tidak ada keberatan apapun.

"(Dalil) Rata-rata di Papua Barat pasangan nomor urut dua menang, sebenarnya tidak, beberapa daerah paslon nomor satu menang. Seperti di Distrik Anggi dimenangkan paslon nomor dua tapi yang hadir menandatangani berita acara saksi nomor urut satu," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement