Ahad 10 Aug 2014 17:23 WIB

ICW Ingin KPK Hukum Maksimal Ratu Atut

Ratu Atut Chosiyah mengenakan baju tahanan KPK.
Foto: Antara
Ratu Atut Chosiyah mengenakan baju tahanan KPK.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  - Lembaga swadaya masyarakat Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Masyarakat Transparansi (Mata) Banten menuntut hukuman maksimal bagi Gubernur Banten nonaktif Ratu Atut Chosiyah.

Siaran pers pernyataan bersama LSM tersebut sebagaimana diterima di Jakarta, Ahad (10/8), menyebutkan bahwa Ratu Atut seharusnya dituntut jaksa penuntut umum KPK dengan maksimal sesuai dengan Pasal 6 Ayat (1) Huruf a UU Tipikor, yaitu 15 tahun penjara dan denda Rp 750 juta.

Selain itu, Ratu Atut juga dinilai ICW dan Mata Banten layak untuk dituntut dengan hukuman tambahan sebagaimana diatur Pasal 18 UU Tipikor berupa pencabutan hak politik untuk memilih dan dipilih serta dicabut juga hak memperoleh dana pensiun atau fasilitas lainnya yang diperoleh dari negara.

Tuntutan maksimal, menurut kedua LSM tersebut, dalam perkara dugaan penyuapan terkait dengan urusan sengketa Pilkada Lebak Banten, setidaknya ada lima alasan pemberatan sehingga Ratu Atut layak dituntut hukuman supermaksimal.

Lima alasan itu, antara lain Ratu Atut sebagai Gubernur Banten seharusnya dapat menjadi contoh yang baik bagi warga Banten. Namun, yang terjadi malah sebaliknya menjadi contoh yang buruk.

Tindakan Ratu Atut juga dinilai LSM tidak sejalan dengan program pemerintah, khususnya program pemberantasan korupsi, serta melanggar komitmen antikorupsi yang pernah ditandatangani dan didorongnya sendiri bersama 22 kepala daerah yang bersama KPK pernah menandatangani Deklarasi Antikorupsi pada tanggal 9 Desember 2008 yang salah satu intinya menyatakan tidak akan melakukan korupsi.

Lalu, pada tanggal 20 Maret 2012, Ratu Atut selaku Gubernur Banten pernah mengimbau seluruh kepala daerah se-Banten untuk mencegah korupsi, kolusi, dan nepotisme di lingkungkan birokrasi Pemerintah Provinsi Banten dalam acara penandatanganan Pakta Integritas para Walikota dan Bupati se-Provinsi Banten di Pendopo Gubernur.

Suap yang dilakukan Ratu Atut kepada Akil Mochtar juga dinilai bukan sekadar suap kepada pejabat negara biasa karena Akil yang kala itu adalah seorang hakim MK punya peran besar dalam proses penegakan hukum serta upaya mengangkat citra penegak hukum di mata masyarakat sehingga berimbas kepada kepercayaan masyarakat kepada penegakan hukum.

Perbuatan pidana itu merusak proses demokrasi, khususnya di Lebak Banten, padahal pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah merupakan salah satu proses membangun demokrasi di negeri ini.

Dengan hukuman yang maksimal untuk Ratu Atut, diharapkan pula dapat memotong mata rantai, bahkan mengakhiri dinasti keluarga dan kolega Ratu Atut di wilayah Banten. Selain itu, tuntutan dan vonis maksimal ini diharapkan dapat memberikan efek jera terhadap pelaku dan peringatan bagi para kepala daerah lain untuk tidak melakukan praktik korupsi serupa yang dilakukan oleh Ratu Atut.

ICW dan Mata juga mendesak KPK melanjutkan penuntasan perkara korupsi lain, seperti pengadaan alat kesehatan dan tindak pidana pencucian uang, yang juga melibatkan Ratu Atut, agar pelaku dapat dimiskinkan dan membuat pelaku lainnya terungkap.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement