REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Tim Kuasa Hukum Joko Widodo-Jusuf Kalla meminta majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan yang diajukan Tim Prabowo-Hatta dalam sidang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di MK, Jumat (8/8).
Sebab, tuduhan dan kecurangan yang disampaikan Tim Prabowo-Hatta tidak diuraikan dengan jelas dan tidak memenuhi syarat formal. Ketua Tim Kuasa Hukum Jokowi-JK, Sirra Prayuna, mengatakan permohonan Tim Prabowo-Hatta tidak memenuhi syarat formal karena tidak secara jelas menyebutkan tempat pemungutan suara (TPS) mana yang melakukan kesalahan penghitungan dan merugikan pihak pemohon.
"Kami sebagai pihak terkait menolak dengan tegas karena pemilu telah dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan," kata Sirra dalam sidang tersebut.
Soal dalil Prabowo yang menyatakan adanya mobilisasi pemilih melalui Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb), Sira menilai hal itu tidak didukung fakta hukum yang benar. Penambahan pemilih tidak dapat dipastikan memenangkan pasangan tertentu karena prinsip pemilu yang langsung, umum, bebas dan rahasia (luber). Maka tidak dapat diketahui siapa calon yang dipilih oleh DPKTb.
Selain itu, pemohon menyatakan dalam proses pemilu terjadi kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM). Namun pemohon tidak dapat menguraikan secara jelas dan terperinci siapa pelakunya, kapan peristiwanya, dimana, dan bagaimana kecurangan dilakukan.
"Maka cukup beralasan hukum bagi MK untuk menolak permohonan yang kabur. Haruslah ditolak atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima," imbuhnya.
Dalam sidang tersebut, pihaknya memohon kepada majelis hakim MK untuk menjatuhkan dalam eksepsi menerima semua eksepsi. Kedua, memohon kepada MK untuk menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima. Serta meminta kepada MK untuk menyatakan sah atas keputusan KPU pada 22 Juli tentang penetapan rekapitulasi hasil Pilpres 2014.