Rabu 06 Aug 2014 16:26 WIB

Tim Prabowo-Hatta Duga Ada Penggelembungan Suara Jokowi-JK

Rep: Irfan Fitrat/ Red: Djibril Muhammad
Prabowo Hatta
Prabowo Hatta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Hukum pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menilai hasil penghitungan suara Pemilu Presiden/Wakil Presiden yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) keliru.

KPU sebelumnya menetapkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai pemenang dengan perolehan 70.997.833 suara, sementara Prabowo-Hatta 62.576.444 suara.

Dalam persidangan pertama Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden/Wakil Presiden di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (6/8), Tim Hukum Prabowo-Hatta mengungkap versi lain. Salah satu kuasa hukum Prabowo-Hatta Maqdir Ismail menyebut hasil berbeda berdasarkan dokumen C1 versi timnya.

Maqdir mengatakan, seharusnya Prabowo-Hatta memeroleh 67.139.153 suara, unggul atas Jokowi-JK yang mendapat 66.435.124 suara.

Maqdir juga menyampaikan temuan lain. Menurut dia, berdasarkan bukti yang diperoleh timnya dari seluruh provinsi dan kabupaten/kota, ada indikasi penggelembungan suara pasangan Jokowi-JK.

"Hasil dari rekapitulasi suara versi pemohon ditemukan adanya penggelembungan perolehan suara pasangan calon presiden/wakil presiden nomor urut 2 sebanyak 1,5 juta suara," kata dia di Ruang Sidang Pleno MK.

Selain itu, Maqdir juga menyebut adanya indikasi pengurangan perolehan suara pasangan Prabowo-Hatta. Ia mengatakan, suara pasangan nomor urut 1 itu menyusut 1,2 juta suara.

Ia mengatakan, situasi itu terjadi di kurang lebih 155 ribu Tempat Pemungutan Suara (TPS). Adanya hasil berbeda ini menjadi salah satu alasan Prabowo-Hatta melayangkan gugatan ke MK.

Prabowo-Hatta menilai telah terjadi kecurangan dalam pelaksanaan Pemilu Presiden/Wakil Presiden 2014. Karena itu, Maqdir mengatakan, pasangan dari koalisi Merah Putih itu menolak hasil dan menyampaikan keberatan pada KPU saat proses rekapitulasi suara tingkat nasional pada 22 Juli lalu.

"Proses pelaksanaan Pemilu Presiden/Wakil Presiden telah berlangsung dengan tidak jujur dan tidak adil, serta penuh dengan praktik kecurangan yang dilakukan oleh termohon (KPU), sehingga menguntungkan pasangan calon nomor urut 2," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement