REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Saleh Partaonan Daulay menilai diperbolehkannya warga negara mengosongkan identitas agama saat mengisi formulir pengurusan identitas kependudukan tidak tepat.
"Pernyataan itu tidak memiliki dasar hukum sama sekali. Bahkan, bila pernyataan itu diterapkan akan bertentangan dengan semangat sila pertama Pancasila dan pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945," kata Saleh Partaonan Daulay dihubungi di Jakarta, Kamis (31/7).
Wakil Sekretaris Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) itu mengatakan sila pertama Pancasila ketuhanan yang maha Esa dijabarkan dalam pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945. Ayat (1) pasal tersebut berbunyi "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa". Sedangkan ayat (2) berbunyi "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing serta beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu".
Menurut Saleh, sila pertama Pancasila dan pasal 29 ayat (1) dan (2( UUD 1945 secara eksplisit menyatakan bahwa setiap warga negara diwajibkan percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
"Salah satu bukti bahwa seseorang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah melalui agamanya. Karena itu, menghilangkan kolom agama dalam identitas kependudukan sama saja memperbolehkan warga negara untuk tidak percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa," tuturnya.
Saleh mengatakan Indonesia memang bukan negara agama. Namun pengakuan terhadap eksistensi agama dijamin oleh negara.
"Kalau identitas agama dihapus, lalu bagaimana negara bisa memberikan perlindungan kepada warga negara untuk beribadah dan menjalankan agama dan keyakinannya?" kata Ketua Komisi Luar Negeri Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat itu.