REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Remisi bagi narapidana menjelang hari raya Idul Fitri harus diberikan berdasarkan penilaian yang objektif tanpa membeda-bedakan jenis kasusnya, kata pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia Mudzakkir.
"Sesuai yang diatur dalam perundang-undangan, remisi merupakan hak seluruh narapidana sebagai penghargaan atas sikap mereka selama menjalani hukuman di lapas," kata Mudzakkir di Yogyakarta, Jumat (25/7).
Mekanisme pemberian remisi atau pengurangan masa tahanan, menurut dia harus dilakukan dengan mengacu parameter yang jelas, objektif, serta tetap menjunjung prinsip keadilan.
Menurut dia, selama ini pemberian remisi masih kerap menimbulkan kecemburuan antarnapi di lapas.
Pemberian remisi, kata dia, jangan sampai ada pengecualian, termasuk terhadap terpidana korupsi, narkoba, serta terorisme.
"Siapa pun dan kasus apa pun mereka berhak memperbaiki diri dengan adanya remisi tersebut," kata dia.
Hak napi untuk mendapatkan remisi, menurut dia, telah sesuai dengan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, sehingga ketentuan dalam regulasi itu harus terpenuhi.
Pemberian remisi dengan mekanisme yang adil dan objektif, menurut dia akan mendorong setiap napi untuk berkelakuan baik di dalam Lapas.
"Remisi termasuk memberikan pembinaan kepada napi. Sebab, dengan demikian mereka akan berlomba-lomba memperbaiki diri selama dalam lapas. Namun, jangan sampai tidak adil dalam menerapkan kebijakan remisi itu," katanya.
Masduki Attamami