Rabu 16 Jul 2014 16:31 WIB

Sekjen MK Dihujani Pertanyaan Tim Prabowo-Hatta

Rep: Andi Nurroni/ Red: Muhammad Hafil
Gedung Mahkamah Konstitusi
Foto: Amin Madani/Republika
Gedung Mahkamah Konstitusi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pertemuan koordinasi peradilan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diinisiasi Mahkamah Konstitusi (MK) dihujani pertanyaan tim hukum pasangan Prabowo-Hatta. Mereka mempersoalkan beberapa klausul dalam Peraturan MK Nomor 4 tahun 2014 yang menjadi dasar penanganan PHPU presiden dan wakil presiden.

Beberapa hal yang dipersoalkan di antaranya adalah soal putusan sela serta soal dokumen C1 sebagai bukti. Salah satu tim hukum Prabowo-Hatta, Alamsyah mempersoalkan keterangan dalam pasal 37 ayat (2) soal putusan sela. Ayat tersebut berbunyi:

"Putusan sela sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah putusan yang dijatuhkan oleh Hakim sebelum putusan akhir untuk melakukan sesuatu yang berkaitan dengan objek yang diperselisihkan yang hasilnya akan dipertimbangkan dalam putusan akhir".

Menurut Alamsyah, keterangan "melakukan sesuatu yang berkaitan dengan objek yang diperselisihkan" tidak jelas. "Misalnya, apa, apakah pemilihan ulang, atau apa?".

Menanggapi pertanyaan tersebut, Sekretaris Jenderal MK Janedri M Gaffar menjelaskan yang dimaksud dengan bentuk "sesuatu yang berkaitan" sangat kondisional bergantung dinamika persidangan yang dilakukan majelis hakim. 

Pertanyaan selanjutnya dari tim hukum Prabowo-Hatta adalah menyangkut bisa-tidaknya hasil pemindaian C1 sebagai alat bukti. Mengacu pada peradilan PHPU legeslatif, menurut mereka, C1 tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Janedri juga menyerahkan pertimbangan kepada majelis hakim. "C1 scan, ini nanti akan diserahkan pada hakim, saya kira forum kita kali ini hanya pertemuan koordinasi," Ujar Janedri.

Diberi kesempatan menanggapi, Komisioner KPU Ida Budhiati membenarkan bahwa soal formulir C1 sebagai alat bukti masih bisa diperdebatkan. Ida menggambarkan, kedudukan formulir C1 bersifat dinamis, dengan kemungkinan terjadi perubahan kalkulasi suara di tiap jenjang, dari mulai tingkat kelurahan hingga hasil pemindaian yang diunggah di laman KPU.

"Saya rasa pertimbangan ini juga akan dikembalikan pada majelis hakim," Ujar Ida. 

Selain dua hal tersebut, sejumlah pertanyaan dan pernyataan lain diajukan oleh tim hukum Prabowo-Hatta, seperti soal rencana persidangan di Hari Raya Iedul Fitri. Menurut Alamsyah, persidangan pada hari besar keagamaan tidak sejalan dengan semangat Pancasila.

Meski begitu, Sekretaris Jenderal MK Janedri M Gaffar seolah menganggap pernyataan tersebut kurang prinsipil dan menjawabnya dengan seloroh. 

Tercatat enam orang dari pihak Prabowo-Hatta aktif melayangkan pertanyaan maupun komentarnya. Sementara itu, tim hukum Jokowi-JK hanya berbicara ketika diberikan kesempatan. 

"Saya tidak ingin banyak memberikan pandangan. Tidak ada perubahan yang substantif dan mendasar, saya kira kita semua sudah memahami itu," Ujar Sirra Prayuna, salah seorang tim advokat Jokowi-JK. 

Dikonformasi soal aktifnya tim Prabowo-Hatta dalam forum, Alamsyah membenarkan kemungkinan kuat pihaknya mengajukan permohonan peradilan PHPU ke MK. "Kami menemukan berbagai kecurangan di lapangan, itu sedang kita kumpulkan sebagai syarat," Ujar dia, dijumpai selepas acara. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement