REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi III DPR, Almuzzammil Yusuf, menyatakan KPK harus memroses kasus korupsi yang ada, termasuk dugaan gratifikasi Rano Karno sebesar Rp 1,2 miliar. Kasus korupsi ini tidak boleh dibiarkan membeku.
"Proses secara komprehensif," imbuhnya, saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (12/7).
Pihaknya akan menanyakan perkembangan penanganan kasus korupsi, termasuk berbagai dugaan gratifikasi kepada KPK pada saat rapat dengar pendapat nanti.
Pihaknya tidak ingin KPK tebang pilih dalam penanganan perkara korupsi. Jangan karena Rano orang nomor dua di Banten, punya kekuasaan, kemudian KPK segan atau bahkan takut untuk menindak.
Nama Wagub Banten Rano Karno disebut dalam persidangan kasus sengketa Pilkada MK, mendapat aliran Rp 1,2 miliar dari perusahaan milik Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan. Pemberian itu sangat mungkin masuk dalam kriteria gratifikasi.
Direktur keuangan perusahaan milik Wawan, PT Bali Pasific Pragama, Yayah Rodiyah mengungkapkan bahwa perusahaannya pernah mengeluarkan cek senilai Rp 1,2 miliar untuk Wagub Banten, Rano Karno. Uang diberikan saat Pilgub Banten bergulir.
Menurut Yayah, sewaktu dia diperiksa penyidik KPK, dia pernah ditunjukkan bukti pengiriman uang melalui cek kepada Rano Karno. Uang itu berasal dari kas PT BPP. Pengeluaran itu ditulis Yayah dalam pembukuan pribadi.
Jika pun pemberian itu dilakukan sebelum Rano dilantik menjadi Wagub, itu masih bisa tergolong sebagai gratifikasi. Lantaran Rano kala itu masih aktif menjabat sebagai Wabup Tangerang. "Bisa (dijerat)," ujar Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Nantinya ada beberapa kemungkinan. Apakah diberikan sebelum atau sesudah menjadi.
Terkait kesaksian dan bukti pengiriman uang yang terungkap di persidangan ini, Rano melalui Suti Karno, adik yang kini diangkat menjadi sekretaris pribadi Rano, membantah. "Bapak tidak pernah terima transferan," ungkapnya.