Ahad 06 Jul 2014 14:22 WIB

Surat Terbuka untuk Franz Magnis Suseno

Tokoh pendidikan Franz Magnis Suseno.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Tokoh pendidikan Franz Magnis Suseno.

REPUBLIKA.CO.ID,

Oleh Ihshan Gumilar

Peneliti dan dosen psikologi Binus, kandidat PhD Ghent University, Belgia

Surat Anda saya baca berulang kali dan saya cermati isinya dengan baik. Saya senang dapat membaca surat terbuka anda karena susunan kata-katanya memberikan makna yang luar biasa. Makna yang membuat saya mampu untuk memilah dan memilih: apa itu kebenaran, kegelisahan, dan ketakutan.

Surat anda berkata sangat lugas, bahwa Anda tidak akan memihak kepada Prabowo, terlebih untuk menjadi seorang presiden. Tentunya ini menjadi hak Anda sepenuhnya dan saya tidak mempermasalahkan hal itu sama sekali. Karena setelah Anda dinobatkan sebagai warga negara Indonesia (yang asalnya Anda berwarga negara Jerman), maka Anda punya hak politik yang penuh juga, sama seperti kami sebagai warga pribumi.

Mengenai surat anda yang ditulis tanggal 25 Juni 2014, ada beberapa hal yang mengusik relung terdalam batin saya. Saya bukan membalas atas nama Prabowo atapun Gerindra, tapi saya membalas surat terbuka anda atas nama seorang Muslim.

Anda menuding bahwa Prabowo telah ditunggangi Islam garis keras dan juga didukung oleh partai-partai Islam. seperti PKS, PPP, dan juga seorang sosok Amien Rais.

Saudara Magniz, dalam Islam tidak ada yang namanya garis keras maupun garis lemah. Islam tidak pernah mengajarkan pengkotak-kotakan mana yang fanatik, fundamentalis, dan agresif. Yang ada hanya satu Islam: bahwa kami percaya Tuhan kami hanya satu.

Dan itu adalah hal yang esensial bagi setiap Muslim. Sama halnya bagi anda sebagai seorang Kristiani mempunyai hal yang sangat fundamental, mempercayai Trinitas (Tiga tuhan dalam satu).

Pernyataan Anda telah melukai banyak orang, terlebih hati para Muslim yang menjadi mayoritas di negeri ini. Dalam sebuah seminar Anda pernah mengatakan bahwa "jika perbedaan melahirkan konflik, maka indonesia sedang terluka".

Lalu jika anda tidak bisa menerima kehadiran perbedaan di dalam Islam, yang dalam kacamata Anda adalah garis keras yang membuat Anda gelisah, maka Anda pun saya anggap sedang terluka. Bahkan saya anggap Anda lebih dari terluka, karena surat terbuka Anda dapat melahirkan konflik horizontal yang luar biasa: baik antar sesama Muslim maupun antar umat beragama (Islam dan Kristiani).

Lalu jika Anda takut dengan keragaman pergerakan dalam Islam, yang Anda anggap adalah garis keras, sebaiknya Anda mawas diri. Bukan kehadiran Islam yang memberikan teror, tapi pikiran Andalah yang memberikan teror bagi diri Anda sendiri.

Bait lain yang tertulis dalam surat terbuka Anda adalah "Bukankah rangkulan itu berarti bahwa Prabowo sudah tersandera oleh kelompok-kelompok garis keras itu?" Jika saya diperbolehkan menganalisis jiwa Anda, mungkin saat ini Anda tengah mengalami ketakutan yang luar biasa hebatnya.

Ketahuilah wahai saudara Magniz, ketakutan itu berasal dari dalam diri anda sendiri. Mungkinkah Anda sedang dihinggapi Islamophobia (ketakutan yang luar biasa terhadap Islam tanpa alasan yang ril dan rasional), yang menyebabkan Anda tersandera oleh pikiran Anda sendiri?

Anda boleh lihat berapa banyak konflik yang timbul pada zaman Megawati, seperti Ambon dan Poso sebagai contoh. Jika saja Jokowi terpilih menjadi presiden, mampukah jokowi menumpas atau bahkan menghentikan konflik horizontal yang bisa kapan saja terjadi? Adakah jaminannya? Melalui aparat dan campur tangan militer jualah, sebagai salah satu cara, konflik-konflik semacam itu bisa diredakan.

Saya pernah hadir di sebuah seminar yang mana Anda menjadi pembicaranya. Saya berpikir saat itu Anda adalah seseorang yang memperjuangkan HAM dan kedamaian. Tapi sepertinya anggapan saya keliru. Justru kehadiran surat terbuka Andalah yang dapat menghapuskan perdamaian di negeri ini.

Tahukan Anda, apa dampak yang mungkin terjadi di negeri ini dengan surat terbuka yang anda layangkan? Konflik sesama Muslim bisa terjadi dan bahkan antarumat beragama sekalipun (Kristiani dan Muslim). Jika ini terjadi dan memakan banyak korban, di manakah Anda akan berdiri?

Di mana isu-isu HAM yang selama ini Anda dengungkan? Atau mungkinkah Anda menghidupkan kembali korban-korban itu dan bertanya pada mereka, apa itu HAM? Sepertinya Anda perlu meredefinisi (mendefinisikan kembali) istilah HAM yang selalu Anda kicau-kicaukan.

Semoga surat ini dapat menyapa setiap sudut and relung pikiran Anda. Wahai Magniz, jangan Anda takut kepada Islam karena ia bukan ancaman, tapi takutlah akan pemahaman Anda yang salah terhadap Islam. Karena kesalahpahaman itulah yang akan melahirkan konflik dan luka di dalam diri Anda sendiri. Ia tak ubahnya seperti bom waktu yang Anda letakan di dalam saku baju Anda.

sumber : Harian Republika, 5 Juli 2014
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement