REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Maskapai penerbangan PT Indonesia AirAsia resmi melakukan pergantian pimpinan Presiden Direktur, yang kini dijabat Sunu Widyatmoko, menggantikan pimpinan sebelumnya, Dharmadi.
"AirAsia telah dibangun sedemikian kuat. Sekarang, jumlah tenaga kerja kita mencapai 3.200 orang, dan kita miliki pesawat 30 buah, ini menjadi prestasi dan harus ditingkatkan," kata Sunu Widyatmoko pada acara serah terima jabatan di Jakarta, Selasa.
AirAsia, diklaim Sunu, telah mencatat pertumbuhan positif sejak masuk ke industri penerbangan Indonesia pada 2004.
Sunu mengatakan, pendapatan perusahaan kini telah mencapai kisaran Rp6 triliun, dan 30 pesawat milik maskapai kini mampu melayani delapan juta penumpang per tahunnya, untuk penerbangan domestik dan internasional.
"Pendapatan dari awalnya Rp1 triliun, sekarang Rp6 triliun. Penumpang 800 ribu, sekarang delapan juta orang. Jadi yang telah terbangun adalah prestasi kokoh," ujar dia.
Sunu menargetkan AirAsia tetap memimpin pasar penerbangan internasional, namun juga mulai menguasai pangsa pasar penerbangan domestik.
Oleh karena itu, lanjut dia, AirAsia harus konsisten sebagai penerbangan berbiaya murah (Low Cost Carrier), namun dengan pelayanan yang prima.
"Tentu ini tidak akan lepas dari kebijakan pemangku kepentingan. Pemerintah menyangkut regulasi, Pertamina (penyalur bahan bakar avtur), dan berbagai kepentingan lainnya," ujar dia.
Terkait kebijakan "open sky" pada 2015 mendatang, dia meminta pemerintah memosisikan industri penerbangan sebagai prioritas yang patut diberi kemudahan dengan berbagai insentif, seperti pembebasan bea masuk untuk segala jenis suku cadang pesawat.
"Kami sangat berharap pemerintah lebih memperhatikan dunia penerbangan. Pemerintah seharusnya memberikan stimulus-stimulus tertentu, dan insentif," kata dia.
Mantan Presdir AirAsia, Dharmadi, mengingatkan bahwa industri penerbangan kini sedang melambat dan menghadapi tantangan berat karena salah satunya, nilai tukar rupiah terhadap dolar yang menembus kisaran Rp12 ribu.
Melambungnya nilai tukar rupiah terhadap dolar menjadi tekanan bagi industri penerbangan karena mayoritas kebutuhan industri seperti bahan bakar avtur, "leasing" pesawat, dan juga biaya pemeliharaan suku cadang menggunakan dolar.
"Hal itu menjadi tantangan bagi Presdir baru, untuk terus membawa AirAsia terbang," ujar dia.