Selasa 01 Jul 2014 17:06 WIB

Divonis Bersalah, Ini Kata Akil Soal Ide 'Koruptor Harus Dipotong Jari'

Rep: Gilang Akbar Prambadi/ Red: Esthi Maharani
Mantan ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar mengusap mata saat mendengar pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor,Jakarta,Senin (30/6)
Mantan ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar mengusap mata saat mendengar pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor,Jakarta,Senin (30/6)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Hukuman penjara seumur hidup yang dijatuhkan kepada pelaku penerima suap sengketa Pilkada Akil Mohctar oleh Majelis Hakim menorehkan sejarah baru. Akil, sampai saat ini, merupakan satu-satunya pelaku korupsi yang diganjar hukuman setinggi itu.

 

Ikhwal hukuman, lantas apa kabar gagasan potong jari bagi koruptor yang Akil sendirilah pencetus idenya sekitar dua tahun silam saat masih berstatus hakim agung?

Meski pernah lantang menyuarakan ide tersebut, Akil enggan menerima hukuman itu sekalipun ia dipidana melanggar pasal tindak pidana korupsi.

 

“Itu kan untuk yang koruptor, korupsi uang Negara. Kalau saya bukan, bukan uang Negara yang saya curi, uang nenek moyangmu pun bukan,” ucap eks Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) ini menjawab todongan pertanyaan media usai jalani sidang di Pengadilan Tipikor Senin (30/6).

 

Akil juga mengaku tak perlu merasa menyesal atas perbuatannya meski telah dinyatakan sangat bersalah sehingga mendapat hukuman super berat. Hakim agung yang sekarang berstatus terpidana ini menegaskan, ia berpegang pada hasil jalannya persidangan. Di matanya, seluruh tuduhan yang disematkan kepadanya tak pernah terbukti dalam persidangan.

 

“Jadi buat apa nyesal? di persidangan tidak ada yang bisa dibuktikan,” kata eks politisi Golkar yang mulai menjadi hakim agung enam tahun silam ini.

 

Di tahun 2012 lalu, sebagai hakim agung, Akil pernah mencetuskan gagasan potong jari bagi koruptor yang sudah terbukti bersalah. Menurut dia saat itu, pemiskinan koruptor saja kurang memberikan efek jera karena hukum tidak mengetahui sejak kapan pelaku melakukan korupsi. Otomatis, berapa dan dimana saja harta milik si koruptor sulit untuk dideteksi seluruhnya oleh penegak hukum.

 

Atas pemikirannya ini, Akil pun mengusulkan perlunya tambahan hukuman dengan efek jera lebih tinggi dibanding sekedar memiskinkan yang harus diterapkan.

“Dimiskinkan dan ditambah potong jari. Jadi, berapa jari yang harus dipotong itu nanti tergantung pada vonis hakim. Sehingga ketika berbaur dengan masyarakat, masyarakat tahu kalau dia adalah koruptor. Di sini akan timbul rasa malu yang menjerakan, dari pada vonis mati,” ujar Akil saat itu.

Akil sendiri divonis penjara seumur hidup oleh Majelis hakim Pengadilan Tipikor. Dalam persidangan pembacaan amar putusan yang berlangsung lebih dari 9 jam itu, Akil dinyatakan terbukti menerima suap dari pengurusan sengketa sejumlah Pilkada sejak 2010.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement