Selasa 01 Jul 2014 15:38 WIB

MK Kabulkan 23 Perkara Pemilu Legislatif

Rep: c75/ Red: Bilal Ramadhan
  Sidang MK penghitungan suara ulang perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Empat Lawang, Provinsi Sumatera Selatan di Jakarta, Senin (15/7).   (Republika/ Tahta Aidilla)
Sidang MK penghitungan suara ulang perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Empat Lawang, Provinsi Sumatera Selatan di Jakarta, Senin (15/7). (Republika/ Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan dan mengabulkan permohonan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) legislatif sebanyak 23 perkara. Rinciannya, putusan untuk 10 perkara tentang penetapan hasil (putusan langsung) yang membatalkan SK KPU dan 13 perkara untuk perhitungan ulang (putusan sela) yang menunda pelaksanaan SK KPU.

“23 perkara (PHPU) yang dikabulkan. 13 perkara diperintahkan penghitungan suara ulang berdasarkan D-1 formulir di tingkat desa atau C1 plano, formulir asli di TPS atau pemungutan suara ulang. 10 perkara yang diputuskan untuk perolehan suara yang benar,” ujar Ketua MK, Hamdan Zoelva kepada wartawan di gedung MK, Selasa (1/7).

Ia menuturkan total jumlah perkara yang diregistrasi oleh kepaniteraan MK sebanyak 903 perkara. Dari jumlah tersebut, 225 perkara merupakan gugatan terhadap penetapan hasil pemilu anggota DPR RI, 181 perkara merupakan gugatan terhadap penetapan hasil pemilu anggota DPRD. 461 perkara merupakan gugatan terhadap penetapan hasil pemilu anggota DPRD Kab/Kota.

Dua perkara merupakan gugatan partai politik terkait dengan pemenuhan syarat ambang batas dan 34 perkara merupakan gugatan perseorangan calon anggota DPD dari 32 provinsi seluruh Indonesia. Sementara, waktu penyelesaian sidang PHPU terbatas 30 hari kerja.

Sehingga, menurutnya, sebanyak 280 perkara lebih ditarik pemeriksaan dan 600 perkara lebih yang tidak dihentikan pemeriksaan. Penghentian pemeriksaan terhadap 280 perkara lebih dilakukan untuk mengurangi beban pemeriksaan dan menghentikan proses pemeriksaan.

“Kami nilai (penghentian pemeriksaan) dilakukan karena tidak memenuhi syarat baik melewati tenggang waktu, tidak melampirkan bukti atau perkara yang tidak jelas waktunya atau perkara ditarik kembali, Menurut kami di proses dengan mendengarkan saksi dan bukti. sama saja tidak memenuhi syarat. Ini pertama kali dilakukan 2014 sementara di tahun 2009 tidak mengambil itu, ” katanya.

Hamdan mengatakan pihaknya berupaya maksimal untuk memeriksa fakta yang ada dalam persidangan. Karena itu perkara yang banyak menjadi pekerjaan yang sangat berat bagi seluruh hakim panitera di MK.

”MK sudah melaksanakan tugasnya dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada mengadili perkara tersebut dengan teliti dan secermat mungkin. Mendengarkan keterangan dan membuka lembar demi lembar tulisan dan dokumen dan membandingkan bukti pihak pemohon dan pihak terkait,” ungkapnya.

[removed][removed] [removed][removed]

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement