REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar divonis seumur hidup dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah terkait pengurusan 10 sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) di MK dan tindak pidana pencucian uang.
"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa M Akil Mochtar dengan pidana seumur hidup," kata Ketua majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (30/6).
Pidana tersebut sesuai tuntutan jaksa penuntut umum meski tanpa pemberian denda dan hukuman tambahan dengan karena jaksa meminta agar Akil divonis penjara seumur hidup dan denda Rp 10 miliar dan pencabutan hak politik untuk memilih dan dipilih.
"Hal yang memberatkan terdakwa adalah ketua lembaga tinggi negara yang merupakan benteng terakhir pencari keadilan sehingga harus memberikan contoh terbaik dalam integritas, kedua perbuatan terdakwa menyebabkan runtuhnya wibawa MK Republik Indonesia, ketiga diperlukan usaha yang sulit dan lama untuk mengembalikan kepercayaan kepada lembanga MK," ungkap Suwidya.
Hakim juga tidak melihat ada hal yang meringankan dari perbuatan Akil. "Terdakwa dituntut dengan ancaman maksimal maka hal yang meringankan tidak dapat dipertimbangkan lagi," tambah Suwidya.
Dalam pertimbangnya, majelis memang melihat bahwa perbuatan Akil harus dihukum berat. "Setelah majelis bermusyararah, majelis sependeapat dengan dakwaan tuntutan penuntut umum mengingat perbuatan terdakwa yang berat khususnya terkait penyelenggaraan pilkada di daerah sehingga denda tidak relvan lagi karena terdakwa dituntut pidana maksimal sehingga pidana itu tidak dapat diganti lagi bila terdakwa tidak bisa membayar tuntutan denda itu," ungkap Suwidya.
Akil dituntut berdasarkan enam dakwaan yaitu pertama adalah pasal 12 huruf c Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP tentang hakim yang menerima hadiah yaitu terkait penerimaan dalam pengurusan sengketa pilkada Gunung Mas, Lebak, Pelembang dan Empat Lawang.
Dalam sengketa pilkada Gunung Mas, Akil dianggap terbukti mendapat Rp3 miliar dari bupati terpilih Gunung Mas Hambit Bintih melalui anggota Komisi II dari fraksi Partai Golkar Chairun Nisa.
Selanjutnya dalam sengketa pilkada Lebak, Akil dinilai mendapatkan Rp1 miliar dari calon bupati Lebak Amir Hamzah melalui pengacara mantan anak buah Akil, Susi Tur Andayani. Uang tersebut berasal dari pengusaha Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan yang merupakan adik dari Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah.