REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Kementerian Pertanian menyiapkan tiga skenario untuk menghadapi kekeringan akibat penyimpangan suhu di permukaan Samudera Pasifik atau dikenal dengan El Nino pada Juli-Desember mendatang.
"BMKG mengabarkan El Nino mundur, mungkin baru Juli, tetapi kapan pun kita sudah punya 'SOP'-nya (Standard Operational Procedure) untuk menjaga tingkat produksi jangan sampai turun," kata Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan usai Pertemuan Nasional Hortikultura di Mataram, NTB, Sabtu (21/6).
Rusman menyebutkan langkah pertama adalah membuat kalender tanam yang berbeda setiap kabupatennya. Dia mengaku, sosialisasi kalender tanam itu telah dilakukan dua hingga tiga bulan yang lalu.
"Kita berikan kalender itu kepada para petani, kapan petani mulai menanam dan menurut kalender tanam kabupaten masing-masing. Kalau petani enggak paham, berarti petugas penyuluh kita kurang mengampanyekan itu," katanya.
Kedua, lanjut dia, Kementan menganjurkan petani untuk menanam varietas yang umurnya pendek agar cepat dipanen dan tidak terdahului kemarau panjang.
Dia mencontohkan, seperti varietas INPARI 19 yang jenjang umurnya 94 hari dan diminati petani.
"Pilih varietas yang umur jenjangnya pendek, kalau perlu yang 90 hari panen, supaya nanti kalau kehabisan air itu ketolong, jangan yang umurnya empat bulan," tuturnya.
Ketiga, dia menyarankan untuk memanfaatkan embung, yakni cadangan air di pematang sawah untuk menampung air hujan.
"Jadi, embung itu menampung air yang daya serapnya lambat," ucapnya.
Selain embung, lanjut dia, solusi kekurangan air juga bisa dilakukan dengan pompanisasi, yakni mengalirkan air dari sungai ke sawah.
BMKG sebelumnya memperkirakan El Nino lemah akan melanda Indonesia pada Juli dan Agustus 2014.El Nino mengakibatkan sumber air hidrogeologis berkurang dan mengganggu proses irigasi, selain itu juga berpotensi memicu kebakaran hutan, terutama pada lahan gambut seperti di Riau.