REPUBLIKA.CO.ID, GUNUNG KIDUL -- Produksi lele hasil peternak lele lahan kering di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istinewa Yogyakarta, belum mampu memenuhi permintaan pasar, padahal di sejumlah sentra budi daya kelebihan hasil produksi.
Kasi Perikanan Dan Budidaya DinasKelautan dan Perikanan (DKP) Kabpaten Gunung Kidul Taufan Yudianto di Gunung Kidul, Selasa, mengatakan animo masyarakat untuk mengkonsumsi lele setuap tahunnya meningkat tajam, sementara budi daya dinilai masih rendah.
"Peluang pasar masih terbuka, dan semestinya masyarakat tidak perlu khawatir untuk budidaya lele," kata Taufan.
Menurut Taufan kekhawatiran masyarakat tidak bisa mengantongi keuntungan saat membudidayakan lele lahan kering tidak perlu terjadi.
Dia mencontohkan satu kolam jumlah bibit sebanyak 1.000 ekor mampu menghasilkan 100 kilogram dengan penjualan satu kg Rp 15.000, hasilnya Rp1,5 juta. Untuk pakan jenis pelet menghabiskan 90 kg dengan harga Rp 795.000, ditambah harga bibit lele.
"Dengan pemiliharaan selama dua bulan mampu menghasilkan rata-rata Rp5000 ribu," kata dia.
Dia mengatakan poduksi lele milik peternak lokal apabila dimaksimlakan akan mampu memenuhi kebutuhan lokal karena realitas pasar selama ini antara tingkat permintaan dengan produksi lokal belum bisa terpenuhi.
"Karena tidak mampu, ya mendatangkan dari luar daerah seperti Klaten (Jawa Tengah)," katanya.
Dia mencontohkan di Pasar Argosari Wonosari, rata-rata kebutuhan mencapai tiga kuintal per harinya. Sementara itu, petani lokal hanya mampu separuhnya.
"Masyarakat kita belum terbiasa, padahal peluang pasar terbuka lebar," katanya.
Pebudidaya Lele Lahan Kering Dusun Wunung Yusuf menambahkan membudidayakan lele lahan kering sangat mudah. Masyarakat harus mampu memanagement penggunaan pakan dan air.
"Sudah beberapa tahun terakhir memperoleh keuntungan terus," kata Jusuf.
Dia berharap masyarakat mau dan membudidayakan lele karena peluang usaha ini masih terbuka. "Budi daya lele mudah, dan bisa dilakukan untuk usaha sampingan," kata dia.