REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Senin (16/6) besok persidangan dari kasus yang menjerat Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar akan digelar dengan agenda pembacaan tuntutan. Akil yang sudah didakwa menerima sejumlah suap dan mengaburkannya melalui tindak pidana pencucian uang (TPPU) diperkirakan akan mendapat tuntutan yang tak ringan.
Statusnya sebagai hakim agung ketika melakukan ragam praktek suap dengan menerima sejumlah uang, diyakini menjadi faktor pemberat bagi Akil. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad mengatakan, Akil hampir pasti dihukum maksimal.
“Antara 20 (tahun) sampai seumur hidup, tapi ya belum pasti itu,” kata Samad tadi malam di Gedung KPK Jakarta Selatan.
Samad berujar, kemungkinan perhitungan beratnya tuntutan Akil mengacu pada ragam pasal yang sudah dilanggar oleh mantan politisi Partai Golkar itu. Seperti, pasal-pasal penerimaan gratifikias, diantaranya Pasal 12c UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Ancaman dari pelanggaran pasal ini ialah pidana penjara dari 20 tahun sampai seumur hidup dengan denda Rp 1 miliar. “Jadi kita lihat saja nanti, itu kan sudah ada kisarannya,” kata Samad.
Akil didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menerima Rp 63,315 miliar sebagai hadiah terkait pengurusan sembilan perkara sengketa pilkada di MK dan Rp 10 miliar dalam bentuk janji untuk satu sengketa pilkada. JPU juga mendakwa Akil melakukan pencucian uang dengan menyamarkan harta sebesar Rp161 miliar pada 2010-2013 dan harta sebanyak Rp 22,21 miliar dari kekayaan periode 1999-2010.
Namun Akil, ketika ditanyai kesiapannya menghadapi sidang tuntutan tak merasa harus dihukum berat apalagi maksimal. Di mata Akil, seorang hakim agung menerima suap masih lebih baik dari pada koruptor penggeruk uang rakyat. “Ya saya akan cuma terima satu dua sampai tiga miliar, ga ada uang Negara yang saya rampok,” ujar Akil saat usai bersaksi untuk terdakwa Ratu Atut Chosiyah di Pengadilan Tipikor Kamis (12/6) lalu.