Sabtu 14 Jun 2014 19:02 WIB

Newmont Dinilai Tak Hormati Pemerintah

Tambang Newmont di Nusa Tenggara Barat  (ilustrasi)
Foto: ANTARA
Tambang Newmont di Nusa Tenggara Barat (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  MATARAM -- Anggota DPR RI Fahri Hamzah menilai, tindakan yang diambil PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) berupa merumahkan sebagian besar karyawannya, menunjukkan bahwa perusahaan asing itu tidak menghormati Pemerintah Indonesia.

"Apa yang dilakukan Newmont sangat tidak menghargai pemerintah," kata Fahri Hamzah di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (14/6).

Dia melanjutkan, penutupan aktivitas tambang hingga berimplikasi kepada tindak merumahkan karyawan, menimbulkan efek negatif bagi Provinsi NTB, terutama bagi ribuan karyawan yang selama ini bekerja di perusahaan milik Amerika Serikat itu.

"Newmont seharusnya lebih terbuka terhadap pemerintah. Karena pada dasarnya semua masih bisa dinegoisasikan," ujarnya, menegaskan.

Wakil Sekretaris Jenderal DPP PKS ini menegaskan, selama ini Newmont tidak serius menyikapi peraturan perundangan tentang usaha pertambangan yang ada, dan bahkan cenderung mempermainkan pemerintah.

Atas dasar ini, sangat wajar bila pemerintah akhirnya "menutup pintu" dialog kepada perusahaan yang telah bercokol puluhan tahun di Pulau Sumbawa tersebut. "Kalau negosiasi tidak berjalan, semestinya Newmont tidak ego. Melihat sikap PT NNT yang demikian, maka wajar pemerintah seperti itu," ucap Fahri.

Meski demikian, lanjut dia, masih banyak cara yang semestinya bisa dilakukan Newmont, tanpa harus merumahkan karyawan. Salah satunya, dengan mampu berterus terang guna kembali dapat membuka pintu negoisasi dengan pemerintah.

"Negoisasi penting, sebab persoalan ini muncul karena undang-undang mengharuskan semua perusahaan tambang yang beroperasi di Indonesia mampu mengolah bahan mentahnya di dalam negeri," ucap dia.

Fahri menyatakan, kalaupun Newmont beralasan pembangunan smelter atau pabrik pemurnian konsentrat tidak bisa dibangun dengan alasan rugi, sesungguhnya semua itu masih bisa dibicarakan dengan pemerintah. "Tinggal atur waktu kapan bisa dibuat. Kalaupun biaya ke luar terlalu tinggi, ya bisa diturunin secara bertahap. Semestinya itu semua bisa dinego," katanya berulang-ulang.

Menurut dia, undang-undang yang mengatur tentang mimeral dan batu bara (minerba) yang antara lain mengharuskan dibangunnya smelter, telah diberlakukan sejak lima tahun lalu. Semestinya, selama perjalanan waktu, pembangunan smelter telah bisa dilakukan.

"Artinya, selama ini Newmont tidak peduli dengan keharusan untuk membangun smelter itu," ucap anggota DPR RI Dapil NTB ini.

Sebelumnya, PT Newmont Nusa Tenggara secara resmi menghentikan kegiatan produksi konsentrat tembaga dan emas di Batu Hijau di Pulau Sumbawa. Seiring dengan itu, ribuan karyawan dibiarkan tanpa pekerjaan.

"Sekitar 80 persen dari 4.000 karyawan di Batu Hijau kini kami tempatkan dalam status 'stand by' dengan pemotongan gaji mulai 6 Juni 2014," ujar Presiden Direktur PT NNT Martiono Hadianto melalui siaran persnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement