Kamis 12 Jun 2014 15:10 WIB

Komnas HAM Beberkan 'Dosa-Dosa' HAM Prostitusi Dolly

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: A.Syalaby Ichsan
Seorang perempuan membawa poster bertuliskan
Foto: antara
Seorang perempuan membawa poster bertuliskan "Harga Mati Dolly-Jarak Tutup" ketika melakukan aksi unjuk rasa di Balai Kota Surabaya, Jawa Timur, Kamis (22/5).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) Indonesia mengakui terjadi berbagai pelanggaran HAM di lokalisasi prostitusi, termasuk Dolly, Surabaya.

Komisioner Komnas HAM Dianto Bachriadi mengatakan, berbagai bentuk pelanggaran HAM yang terjadi di Dolly. Mulai dari pekerja seks komersial (PSK) yang jadi korban perdagangan manusia hingga PSK itu terjebak di Dolly akibat jeratan utang mucikari.

Tak hanya itu, kata Dianto, anak-anak di sekitar lokalisasi juga menjadi korban karena terbiasa melihat aktifitas seks, hingga meniru gaya hidup buruk prositusi Dolly seperti merokok hingga menenggak minuman keras (miras).

Pihaknya juga mengakui, warga asli dan PSK yang mendukung penutupan lokalisasi Dolly juga ditekan, diintimidasi oleh oknum-oknum tertentu. "Sehingga di tempat prostitusi Dolly memang benar terjadi pelanggaran HAM,’’ katanya ditengah-tengah kunjungannya ke Gang Dolly di Surabaya, Kamis (12/6).

Padahal, kata Dianto, kekerasan atau intimidasi tidak boleh terjadi di negara Indonesia yang menganut demokrasi. Setiap orang juga harus bebas dari rasa takut dan penindasan.

Komnas HAM menilai bahwa pihak yang bertanggung jawab untuk pelanggaran HAM itu adalah negara. Menurutnya, prositusi Dolly berdiri akibat gagalnya pemerintah negara memberikan pekerjaan dan penghidupan yang layak untuk rakyat.

Untuk menyelesaikan pelanggaran HAM di Dolly, pihaknya memberi masukan bahwa pemerintah seharusnya menyelesaikan masalah di hulu di bidang ekonomi,ekonomi, sosial, keamanan, kesejahteraan, hingga publik.

"Setelah persoalan hulu diselesaikan, baru persoalan di hilir yaitu prostitusi Dolly bisa diatasi. Tetapi kalau penyelesaian persoalan di hulu gagal, maka penyelesaian masalah di hilir tidak bisa dilakukan dengan cara kekerasan,’’ ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement