REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Gunung Sangiang Api di pulau kecil Sangiang, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, yang sempat meletus sejak 30 Mei lalu, kini tampak tidak lagi menyemburkan asap yang disertai tebaran abu vulkanik.
"Sejak dua hari ini Sangiang Api tampak mulai 'menjinak', tidak lagi menyemburkan abu vulkanik ke kawasan pemukiman dan lahan pertanian milik penduduk," kata Lutfi SSos, pengurus Radio Antar-Penduduk Indonesia (RAPI) Kabupaten Bima yang terlibat langsung sebagai relawan bencana, saat dihubungi dari Mataram, Rabu.
Ia menyebutkan, sehubungan aktivitas vulkanik Sanggiang Api mulai mereda, beberapa penduduk yang selama ini bercocok tanam dan memelihara ternak di bagian lereng dan kaki gunung setinggi 1.842 meter di atas permukaan laut itu, terlihat mulai menyeberang pulau menggunakan sampan dari Sangiang Daratan.
"Ada sejumlah warga mulai menyeberang, meski pemerintah belum secara resmi membolehkan penduduk untuk dapat berkegiatan kembali di lahan pertanian yang umumnya berada di bagian lereng dan kaki gunung yang sempat 'murka' itu," ujarnya, menjelaskan.
Senada dengan Lutfi, petugas pada Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kabupaten Bima, menyebutkan bahwa aktivitas vulkanik Sangiang Api tercatat menurun cukup drastis sejak dua hari ini.
Dikatakan, semburan asap yang biasanya menyertakan abu vulkanik, kini tak lagi terlotar dari bagian lubang kepundan gunung yang bertengger di pulau kecil Sangiang, Kecamatan Wera, yang terpisah dari pulau induknya, Sumbawa.
Sementara itu, Sekretaris RAPI NTB Lalu Moh Asri menyatakan, hingga kini tidak ada lagi penduduk yang mengungsi, karena aktivitas Gunung Sangiang Api telah menurun tajam. Ribuan warga telah kembali ke rumah masing-masing.
Namun demikian, warga sesungguhnya belum diperbolehkan untuk melanjutkan aktivitas seperti biasa, baik berkebun atau bercocok tanam maupun menggembalakan ternak.
"Belum, warga belum boleh terlalu mendekat ke bagian kaki dan lereng gunung, karena dikhawatirkan tiba-tiba dapat meletus kembali," ujar pria yang akrab dipanggil Mamiq Asri itu.
Ia menyebutkan, kegiatan bercocok tanam dan memerlihara ternak, selama ini menjadi tumpuan hidup sebagian besar penduduk Kecamatan Wera. Bahkan, penduduk Desa Sangiang sudah biasa berkebun di bagian lereng dan kaki Gunung Sangiang Api yang tanahnya tergolong cukup subur.
Gunung Sangiang Api terletak di pulau tersendiri, semacam gili atau pulau kecil. Jadi jika warga Wera hendak berkebun di kaki gunung, lebih dahulu menyeberang menggunakan perahu sampan dari Wera Daratan.
"Namun setelah meletusnya gunung, warga tidak berani melanjutkan aktivitas ini, menunggu keadaan benar-benar aman," kata Asri.
Gunung Sangiang Api mengalami erupsi sejak Jumat (30/5). Selanjutnya, erupsi yang tergolong cukup besar terulang kembali pada Sabtu (31/5), di mana terjadi letusan dua kali, yakni pada pukul 01.30 Wita dan 10.42 Wita.
Erupsi gunung yang tergolong aktif itu sempat mencapai ketinggian 3.000 meter, sehingga abu vulkaniknya sempat menyentuh wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan petani di wilayah Kupang, yang terpaksa mengurungkan masa panen padi karena takut tebaran abu vulkanik dapat menyebabkan kebutaan.