REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membocorkan strategi untuk memenuhi kebutuhan pangan maupun energi yang semakin meningkat.
SBY menyampaikan tiga puluh tahun mendatang penduduk dunia bisa mencapai sembilan miliar penduduk dan dibutuhkan tambahan pangan maupun energi sebanyak 60-70 persen. Untuk itu dibutuhkan strategi mengatasi hal tersebut.
“Yaitu dengan menetapkan tiga sasaran yang ingin dicapai pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan petani, nelayan, dan petani hutan di Indonesia,” katanya saat Pembukaan Pekan Nasional (Penas) XIV Petani Nelayan Tahun 2014 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur (Jatim), Sabtu (7/6) sore.
Adapun tiga sasaran yang dimaksud yaitu SBY menginginkan pangan di negeri ini cukup bahkan lebih ditingkatkan. Sehingga swasembada pangan dan memiliki ketahanan pangan di negeri sendiri dapat diwujudkan.
Kemudian penghasilan petani, nelayan, dan petani hutan diklaimnya semakin lama semakin membaik. Sehingga rakyat jumlahnya lebih dari 240 juta jiwa bisa membeli makanan. Selain itu mendapat kecukupan makanan dengan harga terjangkau.
“Penas Petani dan Nelayan dimaksudkan untuk membulatkan semangat dan tekad memajukan pertanian, perikanan, dan kehutanan di Indonesia,” ujarnya. Hal ini, kata dia, dilakukan agar Indonesia makin memiliki ketahanan, kecukupan, dan swasembada pangan menuju kedaulatan dan kemandirian pangan di negeri sendiri.
“Tiga sasaran ini harus bisa dicapai dengan cara adanya kerja keras dari lima pihak,” ujarnya.
Kelima pihak dimaksud SBY yakni pertama, pihak pemerintah pusat maupun daerah termasuk gubernur, bupati/wali kota harus menyusun kebijakan, regulasi, iklim pertanian, perikanan, kehutanan, dan iklim investasi yang tepat.
“Pada era global seperti ini, pemerintah harus tetap melindungi petani, nelayan, dan petani hutan,” katanya.
Pihak kedua yaitu kelompok dan inovator di bidang pertanian, perikanan, dan kehutanan diharapkan agar produksi pangan kita tetap tinggi harus terus berkarya dan berinovasi. Pihak ketiga adalah dunia usaha agar yang dihasilkan petani, nelayan dan petani hutan diperdagangkan secara adil. Artinya, kata dia, kalau melakukan perdagangan jangan mengabaikan kepentingan para petani, nelayan, dan petani hutan.
Pihak keempat, pihak komunitas petani, nelayan, dan petani hutan harus tetap rajin, terampil dan menggunakan teknologi yang tepat guna. Selain itu, koperasi, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), usaha yang dilakukan para petani juga harus berkembang. Pihak kelima, pihak masyarakat luas diharapkan tidak boros dan mengkonsumsi pangan secara berlebihan. “Pikirkan generasi berikutnya, jangan hanya untuk kepentingan generasi sekarang ini,” ujarnya.
Sementara itu, Gubernur Jatim Soekarwo mengunggulkan cara-cara meningkatkan produk pertanian di Jatim melalui teknologi pertanian. Hal yang terpenting, keunggulan Jatim dalam pertanian dilihat dari produk petani Jatim yakni adanya alat mesin pertanian berupa mesin tanam transplanter jajar legowo. Selain itu, mesin panen combine harvester, mesin pembuat pakan ternak mini feedmil, mesin pakan ikan mini fishmil, serta mesin pembuat chooper dan granulator.
“Penemuan dari Imron dari Mlilir yakni mesin panen combine harvester, yang biasanya dengan cara tradisional biasanya rontok berkurang 12 persen, dengan combine harvester yang rontok hanya 2 persen. Berarti ada tambahan 10 persen terhadap potensi padi,” ujarnya.
Soekarwo menyampaikan, dalam Penas ini didemonstrasikan berbagai kegiatan yang mengedepankan akses pasar petani dan nelayan, pengembangan kapasitas sumber daya manusia (SDM) pertanian, adaptasi teknologi untuk kegiatan produksi, gelar teknologi hasil riset, dan pengembangan berbagai varietas tanaman dengan produktitivitas tinggi. Baik tanaman makanan, hortikultura, ternak, perikanan, perkebunan, maupun tanaman hutan rakyat.
“Ada yang siap panen termasuk metode tanam mulai olah tanah, pemeliharaan tanaman dan upaya pengendalian organism pengganggu tanaman dengan agensia hayati non kimia yang merupakan penerapan pengendalian hama terpadu, serta upaya meminimalkan kerusakan tanaman dari gangguan iklim,” ujarnya.
Apalagi, kata Soekarwo, Jatim memiliki potensi pertanian yang sangat potensial bagi nasional. Pada tahun 2013, sumbangan padi Jatim pada nasional mencapai sekitar 17 persen, jagung terhadap nasional sebanyak 31,13 persen, kedelai mencapai 42,23 persen, gula mencapai 22,06 persen, sapi potong mencapai 23,07 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi Jatim tahun 2013 mencapai 6,55 persen.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, Nilai Tukar Petani (NTP) Jatim Bulan Mei 2014 mengalami kenaikan 0,12 persen dari 104,19 menjadi 104,32. Peningkatan NTP ini disebabkan kenaikan indeks harga yang diterima petani lebih besar dibandingkan dengan kenaikan indeks harga yang dibayar petani.
“Ini mengindikasikan adanya kesejahteraan yang dialami petani mulai membaik,” katanya.
Dia memaparkan, indeks harga yang dibayar petani mengalami kenaikan sebesar 0,38 persen dari 110,51 pada bulan April menjadi 110,93 pada bulan Mei 2014. Kenaikan ini disebabkan indeks harga konsumsi rumah tangga (inflasi pedesaan) mengalami kenaikan sebesar 0,38 persen dan indeks biaya produksi dan pembentukan barang modal juga naik sebesar 03,6 persen.