Rabu 04 Jun 2014 22:01 WIB

Akses Mudah, Kekerasan Seksual Kian Meningkat

Laznas BSM menggelar seminar bertema 'Hindari Kekerasan Seksual Pada Anak', di Jakarta, Rabu (4/6).
Foto: Istimewa
Laznas BSM menggelar seminar bertema 'Hindari Kekerasan Seksual Pada Anak', di Jakarta, Rabu (4/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Informasi mengenai aksi kekerasan seksual khususnya pada anak semakin deras. Akses yang mudah memeroleh informasi dari berbagai media dituding sebagai biang keladinya.

Menurut psikiater sekaligus trainer dari Yayasan Kita dan Buah Hati (YKBH), Rahmi Dahnan, Kekerasan seksual adalah tindakan memaksa perbuatan seksual yang tidak diinginkan atau memaksa berhubungan seks dengan orang lain. Caranya melalui ancaman, intimidasi atau kekuatan fisik yang dilakukan oleh orang dewasa atau anak yang lebih besar terhadap sesama orang dewasa. Termasuk anak atau balita dengan cara  menunjukkan diri atau kemaluannya, membelai atau meremas-remas anak, melakukan perkosaan.

"Mudahnya akses terhadap kekerasan, pornografi, seks dan pembunuhan lewat berbagai media dapat merupakan salah satu penyebab terjadinya kekerasan seksual tersebut," ujarnya pada acara seminar bertemakan 'Hindari Kekerasan Seksual Pada Anak', di Jakarta, Rabu (4/6).

Seminar yang digagas Laznas BSM ini dihadiri 550 peserta dari berbagai kalangan masyarakat. Mulai dari ibu rumah tangga, dosen, guru, aktivis pemerihati dan peduli anak, dokter, konselor, penggiat bisnis pendidikan, karyawan, mahasiswa, dan lain-lain. Dalam seminar ini, peserta juga diberikan kesadaran bahwa bentuk-bentuk kekerasan seksual. Antara lain, kekerasan seksual dengan kata-kata, perilaku seksual tanpa persetujuan dan pemaksaan untuk melakukan kegiatan seksual.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Asrorun Niam Sholeh menyatakan, terdapat dua macam lingkup perlindungan anak. Pertama, pemenuhan hak (hak agama, hak kesehatan, hak pendidikan, hak sipil, hak memperoleh informasi, hak mendapatkan jaminan sosial). Kedua, perlindungan khusus (perlindungan anak dari kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi, perlindungan khusus bagi ABH, korban traficking, penyalahgunaan napza, korban bencana alam dan konflik sosial, serta anak dengan disabilitas).

Adapun regulasi terkait perlindungan anak dari kekerasan diatur dalam UUD 1945 pasal 28 B ayat 2. Bahkan di lingkungan sekolah, katanya, diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2003 tentang Perlindungan Anak juga telah melindungi anak dari tindak kekerasan.  "KPAI juga menyampaikan sanksi serius terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak akan dijerat dengan ancaman kurungan penjara maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal 300 juta rupiah."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement