Rabu 04 Jun 2014 19:18 WIB

Warga Jampang Menolak Disebut Kawasan ‘Jablay’

Rep: c91/ Red: Agung Sasongko
Demo tolak kawasan prostitusi
Foto: Antara
Demo tolak kawasan prostitusi

REPUBLIKA.CO.ID,  PARUNG -- Warga desa Jampang, Bogor memasang spanduk berukuran sekitar 3 x 5 meter di pinggir jalan raya bertuliskan ‘Warga Desa Jampang Menolak Area ini Dijadikan Kawasan Jablay’. Mereka berharap cara tersebut dapat menghilangkan kesan negatif yang selama ini menempel pada wilayah Parung, khususnya Jampang.

Sekretaris Desa Jampang, Suhanda (42) mengungkapkan, Parung dan sekitarnya termasuk daerah rawan konflik. Terutama bila berkaitan dengan masalah prostitusi. “Jadi kita ingin menghilangkan imej mangkal di desa Jampang” ujarnya kepada Republika, (4/6). Menurutnya hal itu memang tak mudah, namun harus tetap diusahakan sedikit demi sedikit.

Suhanda menjelaskan, sebelumnya banyak warung remang-remang beroperasi di Jampang. Namun pada 1999, beberapa warung itu telah dibakar warga yang dikordinir oleh Forum Peduli Lingkungan. Sebenarnya pengurus desa tak menganjurkan pembakaran tersebut, melainkan hanya pembongkaran.

“Waktu itu warga yang berkumpul hampir,” kata Suhanda. Beberapa hari sebelum peristiwa itu terjadi, pihak desa memberikan surat peringatan kepada setiap warung ilegal tersebut. Dalam surat, mereka diharuskan menutup warungnya atau mengalihfungsikannya menjadi warung biasa, seperti warung kopi, atau warung jamu. Bila tak bersedia, maka warung akan dibongkar.

Hanya saja tak semua pemilik warung bersedia menutup warungnya, sehingga pihak desa terpaksa membongkarnya. Namun warga justru datang untuk membakar habis beberapa warung yang mangkir dari peringatan. “Sampai sekarang kami masih bertanya-tanya apakah yang ikut membakar waktu itu warga Jampang, karena kami kan tak hafal semua warga,” ujar Suhanda.

Meski sudah dipasang spanduk raksasa tersebut, namun ternyata masih ada yang ‘mangkal’ setiap malam. Baliah, penjual es kepala muda di jalan Jampang mengungkapkan, sejak spanduk itu dipasang justru semakin banyak yang melakukan praktek prostitusi. “Cewek yang pada mangkal tuh malah ketawa lihat kata-kata di spanduk,” ujarnya kepada Republika, (4/6).

Ia menjelaskan, biasanya para perempuan tersebut berdiri di pinggir jalan sambil melambaikan tangan ke setiap kendaraan yang lewat. Setelah ada kendaraan yang tertarik dan berhenti, tahap selanjutnya si wanita akan mengajak si pria ke rumah kontrakan. Hampir setiap malam praktek semacam itu berjalan tanpa halangan. Menurut Baliah, pihak desa dan para ulama belum terlalu serius menangani permasalahan ini. “Ulama mengadakan razia tapi tidak sering, ya perempuan itu pada mangkal lagi,” tuturnya.

Selain spanduk di atas, ada dua spanduk lagi yang dipasang masing-masing bertuliskan, ‘Warga Desa Jampang Menolak Area ini Dijadikan Kawasan Ngetrek’ dan ‘Warga Desa Jampang Menolak Area ini Dijadikan Kawasan Tawuran’. Suhanda menjelaskan hal itu dilakukan, karena sejak jalan raya Jampang diperlebar banyak pemuda kebut-kebutan di sana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement