REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Panitia Khusus (pansus) revisi UU MD3, Fahri Hamzah berpendapat jabatan ketua maupun wakil ketua DPR sebaiknya tidak otomatis dimiliki partai peraih kursi terbanyak di DPR. Posisi pimpinan DPR sebaiknya ditentukan melalui mekanisme voting atau musyawarah mufakat. "Kalau bisa divoting jadi partai pemenang tidak asal tunjuk kader menjadi ketua DPR," kata Fahri kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (4/6).
Wakil Sekretaris Jendral DPP PKS ini mengusulkan agar partai-partai peraih kursi terbanyak mengajukan lebih dari satu nama calon pimpinan DPR. Ini agar proses pemilihan bisa dilakukan melalui voting.
Jabatan Ketua DPR sebaiknya tidak berasal dari partai penguasa. Filosofinya agar tercipta perimbangan kekuasaan antara pemerintah dan parlemen. "Kalau bisa partai yang menempati posisi presiden dan ketua DPR tidak sama. Jadi ada check and balances," ujar Fahri.
Fahri mengatakan ketua DPR menyangkut martabat dan marwah lembaga negara. Fahri tidak terima kalau hanya gara-gara memenangkan kursi terbanyak, partai politik bisa sembarangan menunjuk kadernya menjadi ketua. "Kita jangan asal terima saja. Cari pimpinan yang gagah sedikit," ujarnya.
Fahri menolak pernyataannya dianggap upaya menjegal PDIP meraih kursi ketua DPR. Menurutnya kader PDIP bisa menjadi ketua DPR asalkan memiliki kewibawaan, kapasitas, dan kapabilitas memimpin. "PDIP tetap bisa memimpin kok. Misalnya PDIP menaruh Pak Sidharto jadi Ketua MPR kan tidak ada yang berkomentar karena memang beliau punya karisma," ujarnya.