Senin 02 Jun 2014 21:29 WIB

SBY Lempar Isu Perwira TNI Aktif Diduga Berpolitik

Rep: C75/ Red: Djibril Muhammad
Presiden SBY didampingi Ibu Negara Ny Ani Yudhoyono, Menhub E.E. Mangindaan (kedua kiri) dan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho (kiri) di Stasiun Bandara Internasional Kualanamu di Kabupaten Deli Serdang, Kamis (27/3). (Antara/Widodo S. Jusuf)
Presiden SBY didampingi Ibu Negara Ny Ani Yudhoyono, Menhub E.E. Mangindaan (kedua kiri) dan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho (kiri) di Stasiun Bandara Internasional Kualanamu di Kabupaten Deli Serdang, Kamis (27/3). (Antara/Widodo S. Jusuf)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Militer Universitas Padjajaran (Unpad), Muradi menilai ada dua alasan yang menyebabkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melontarkan adanya pihak yang menarik perwira tinggi untuk mendukung calon presiden.

Pertama, perang psikologis supaya mewanti-wanti TNI-Polri untuk tidak terlibat politik praktis. Kedua, SBY tidak punya legitimasi yang kuat mengarahkan TNI dan Polri untuk tidak terlibat politik praktis.

"SBY punya power, kalau dia melempar isu ada dua (alasan,) perang psikologis supaya mewanti TNI-Polri tidak terlibat politik praktis. Tidak punya legitimasi yang kuat terhadap TNI Polri untuk diarahkan," ujar Muradi kepada Republika, Senin (2/6).

Ia menuturkan seharusnya Panglima tertinggi, SBY tidak melempar isu yang meresahkan itu kepada publik. Lebih baik pendekatannya dengan memanggil BIN, TNI dan Polri meyakinkan mereka tidak mendukung capres atau cawapres (politik praktis). "Proses politik tidak dinodai oleh saling mendukung dari TNI," katanya.

Selain itu, menurutnya, secara legal formal ada mekanisme di mana TNI tidak berpolitik dan berbisnis. Akan tetapi, memang ada kultur yang dimanfaatkan timses calon untuk menarik gerbong TNI untuk dukung-mendukung. "Secara prinsip kita belum lega menang full ketika TNI dan Polri belum mendukung," katanya.

Muradi menambahkan harus diakui TNI masih dianggap mempunyai pengaruh untuk (berpartisipasi) memenangkan pilpres. Posisi TNI dan Polri mempunyai legalitas untuk memenangkan calon. Terbukti pada 2004-2009, SBY ditopang TNI dan Polri.

"Pada waktu itu musuhnya satu (2004), sentimen internal TNI marah karena SBY dianiaya Taufiq Kiemas. Hari ini hampir tidak terjadi apapun termasuk TNI-Polri melawan sipil. Saya sudah anggap sudah usang TNI Sipil,” ungkapnya.

Menurutnya, saat ini pengaruh TNI dan Polri tidak terlihat termasuk dalam pemilukada yang berlangsung kemarin-kemarin. Ia mengatakan yang ideal seharusnya SBY mengajak internal TNI, Polri dan BIN agar ketiganya tidak mendukung dalam pilpres. Jika itu terjadi maka pendekatan itu legal formal termasuk ketika terbukti mendukung bisa memecat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement