Ahad 01 Jun 2014 15:58 WIB

Pancasila Lahir Dari Kegalauan

Rep: Esthi Maharani/ Red: Muhammad Hafil
Pancasila
Pancasila

REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU -- Wakil Presiden, Boediono menilai proses Pancasila yang digagas oleh Soekarno lahir dari kegalauan masyarakat Indonesia. Terutama pada masa hendak melepaskan diri dari penjajah. 

"Pancasila hadir di saat kegalauan melanda sekelompok pemuda yang tengah bersiap melepaskan diri dari belenggu rantai penjajahan,” kata Wapres yang hadir dalam Peringatan Hari Pidato Bung Karno atau Kelahiran Pancasila di Lapangan Balai Raya Semarak, Bengkulu, Ahad (1/6). Hadir dalam acara tersebut Ibu Herawati Boediono dan Ketua MPR RI Sidarto Danusubroto.

Menurut Wapres,  kegaulauan itu timbul menjelang puncak keberhasilan perjuangan para pemuda yang jengah dijajah. Untuk menyiapkan diri membebaskan diri, diadakanlah rembuk akbar yang dihadiri oleh tokoh-tokoh dari seluruh penjuru kepulauan.

Wapres menyebutkan, di tengah hiruk pikuk perhelatan para pemuda itu, muncul satu pertanyaan yang sangat mendasar:  apabila nanti merdeka, bagaimana negara baru itu akan diatur dan ditata? Pertanyaan lain kembali muncul, apa landasannya bagi manusia-manusia kepulauan yang berwarna-warni latar belakangnya itu untuk dapat hidup bersama sebagai satu komunitas besar, sebagai satu bangsa? Keraguan terus menghinggapi pemikiran para tokoh yang tengah berkumpul itu. 

“Tentunya tidak seperti di jaman kerajaan lama yang dulu pernah menyatukan gugusan pulau ini.  Pasti tidak pula seperti di jaman penjajahan yang diruntuhkan. Lalu bagaimana?” ucap Wapres menceritakan kondisi saat itu.

Saat penuh keraguan seperti itu, tidak ada yang bisa memberi jawaban. Di tengah kegalauan itu, ucap Wapres, tampillah seseorang yang ternyata telah memikirkan lama mengenai hal itu.  

“Jawaban itu begitu mengena dan dirumuskannya dengan begitu mempesona, sehingga sewaktu rumusan itu disampaikannya dalam rembuk akbar itu, tepuk tangan gemuruh menyambutnya,” kata Wapres. 

“Rumusan itu ia beri nama Pancasila,” tutur Wapres.  

Bahkan, lanjutnya, substansi kesepakatan akbar itu dikukuhkan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari hukum yang paling mendasar yang mengatur kehidupan bangsa dan negara kepulauan itu dan terekam dalam konstitusinya.

Bangsa kepulauan ini, kata Wapres, sejak lahirnya sangat menyadari adanya keberagaman adat, budaya, sukubangsa dan agama.  

“Bangsa ini sangat menyadari bahwa eksistensinya ditentukan oleh apakah semua pihak mematuhi kesepakatan akbar tadi.  Bangsa ini juga sadar bahwa dengan berjalannya waktu, dengan bergantinya generasi, kesadaran itu bisa meluntur,” ujar Wapres.  

Wapres mengingatkan bangsa ini tahu bahwa lunturnya kesadaran bersatu dalam kemajemukan bisa berakibat fatal bagi eksistensi bangsa.  Oleh sebab itu bangsa ini menyadari dari waktu ke waktu sangat perlu untuk menyisihkan waktu untuk merenung sejenak dan mengingatkan kembali dirinya akan makna ikrar akbar yang melahirkan bangsa ini. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement