Sabtu 31 May 2014 10:00 WIB

Obsesi Anas Jadi Capres, Berakhir di KPK

Anas Urbaningrum
Foto: ROL/Fian Firatmaja
Anas Urbaningrum

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum (AU) menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan nota dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (30/5). Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto menilai pengerukan uang negara yang dilakukan Anas berawal dari obsesi menjadi calon presiden.

"AU punya obsesi mau jadi Presiden RI sehingga perlu kendaraan poilitik dan dana," kata Bambang Widjojanto kepada ROL, Sabtu (31/5).

Tokoh yang kerap disapa BW ini menjelaskan sidang Anas ini untuk melengkapi penanganan kasus korupsi proyek Hambalang. Sebelumnya Deddy Kusdinar selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan pengguna anggaran sudah divonis di Pengadilan Tipikor.

Sedangkan Andi Alfian Malarangeng dan Teuku Bagus M Noor masih dalam proses pemeriksaan sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor. Sementara tersangka lainnya, Machfud Suroso masih dalam proses penyidikan di KPK.

Ia memaparkan jaksa KPK telah mendakwa Anas dengan 3 dakwaan yang meliputi tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan nota dakwaan setebal 54 halaman. Anas diduga menerima hadiah atau janji berupa 1 unit Toyota Harier, 1 Toyota Velifire, dana sebesar Rp 478 juta yang digunakan untuk survei pemenangan terdakwa, uang sebesar Rp 116 Miliar dan 5.2 juta dolar AS.

Anas juga didakwa melakukan pencucian uang, yaitu membelanjakan atau membayarkan uang sebesar Rp 20 miliar untuk membeli beberapa tanah dan bangunan di Duren Sawit, beberapa bidang tanah di Mantrirejon, Yogyakarta dan beberapa bidang tanah di Panggungharjo, Bantul serta pengurusan untuk pemilikan tambangnya seluas 10.000 hektar.

Dengan obsesi Anas menjadi presiden, lanjutnya, maka itu Anas keluar dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan bergabung bersama Nazaruddin untuk membuat perusahaan Anugerah Grup. Selain itu, isteri Anas, Athiyyah Laila bersama Machfud Suroso membangun perusahaan Dutasari dan duduk sebagai komisaris.

Menurutnya, perusahaan itu yang dijadikan alat untuk mengumpulkan dana melakukan pengurusan proyek-proyek yang dibiayai APBN dengan menjdapatkan fee sebesar 7-22 persen. Salah satunya proyek Hambalang dan juga proyek pemerintah lain antara lain di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta di BUMN.

"Sebagian dana yang didapat itu juga digunakan dalam pencalonan AU di Kongres Demokrat, penyiapan dan pemberian fasilitas pendukungnya serta penyiapan posko pemenangan sebagai calon Ketua Partai," tegas BW.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement