REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Penetapan Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali (SDA) sebagai tersangka korupsi dalam proyek haji tahun anggaran 2012-2013 diiringi dengan isu adanya politisasi kasus. Dugaan ini berangkat dari langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menetapkan SDA ketika masa pemilihan presiden (Pilpres) tengah berlangsung.
Seperti diketahui, SDA merupakan Ketua Umum (Ketum) dari partai yang mendukung poros koalisi salahsatu capres saat ini, Prabowo Subianto. Dugaan kasus ini dipolitisir juga makin mencuat berkenaan dengan sikap KPK yang tak biasa. Umumnya, langkah KPK dalam membongkar suatu perkara rasuah ialah dengan ‘menggarap’ dulu pejabat bawahan dari sebuah institusi yang diduga sebagai tempat korupsi berlangsung.
“Tidaklah tidak. Tidak selalu KPK itu mulai dari bawah, bisa langsung ke atasan atau mulai dari PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) nya dulu,. Jadi saya pikir ini bukan bentuk politisasi, tidak ada itu,” kata Juru Bicara komisi anti rasuah tersebut Johan Budi di kantor KPK Jakarta Kamis (22/5).
Johan mengatakan, saat ini KPK mencoba membongkar praktik korupsi di Kementerian Agama (Kemenag) dilihat dari seluruh aspek penyelenggaraan haji. Sehingga, tidak menutup kemungkinan pejabat lain, baik di Kemenag atau di lembaga terkait penyelenggaraan haji akan KPK jerat.
“Ini kan kita mengungkap konteksnya secara keseluruhan, jadi dilihat dari perkembangan siapa saja yang terlibat akan ikut diperiksa. Sama saja seperti biasa, kalau ada dua bukti yang mencukupi maka dinaikan statusnya menjadi tersangka,” papar Johan.
SDA ditetapkan sebagai tersangka setelah ditemukan dua alat bukti yang cukup mengarahkan dirinya terlibat dalam korupsi proyek senilai Rp 1 triliun ini. Pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 terkait tindak pidana korupsi (tipikor) diduga dilanggar oleh SDA dalam proyek tersebut. Diduga, ia terlibat dalam penyelewengan dana Akomodasi, Pemondokan, dan katering para jemaah haji Indonesia.
Adapun, Pasal 2 mengatur perbuatan pidana yang dilakukan seorang pejabat atau penyelenggara negara yang memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi dengan cara melawan hukum. Selain itu, Pasal 3 ialah mengatur tentang penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan pejabat atau penyelenggara negara dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dan dapat merugikan negara atau perekonomian negara.
Ancaman maksimal hukuman dari pelanggaran pasal ini ialah penjara seumur hidup. Sampai saat ini, SDA menjadi satu-satunya pejabat yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.