REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama Suryadharma Ali bukanlah tersangka tunggal dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun anggaran 2012-2013 di Kementerian Agama.
"Sprindik (surat perintah penyidikan) sudah di tangan saya, tersangkanya baru SDA (Suryadharma Ali) yaitu Menteri Agama, tapi proses pengembangan perkara masih terus dilakukan," kata Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Johan Budi di Jakarta, Kamis (22/5).
Pada Kamis (22/5), KPK menetapkan Menteri Agama Suryadharma Ali sebagai tersangka pertama dalam kasus tersebut karena diduga melakukan penyalahgunaan wewenangan.
KPK menyangkakan Suryadharma berdasarkan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya, jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp 1 miliar.
"Arah pengembangan adalah berdasarkan sejauh mana penyidik KPK dalam proses penyidikan menemukan dua alat bukti permulaan yang cukup," tambah Johan. Menurut Johan sudah ada banyak pihak yang dimintai keterangan saat kasus ini berada di tingkat penyelidikan.
"Banyak pihak yang sudah dimintai keterangan, tidak hanya di Kementerian Agama, tapi juga di Arab Saudi," ungkap Johan. Orang-orang yang dimintai pertangungjawaban pidana itu menurut Johan bisa saja para rekanan penyelenggaraan haji baik di dalam maupun di luar negeri.
Suryadharma juga sudah pernah memberikan keterangan kepada KPK mengenai kasus ini. Selain dia, KPK juga sudah minta keterangan anggota DPR dalam penyelidikan tersebut yaitu mantan Wakil Ketua Komisi VIII fraksi Partai Keadilan Sejahtera Jazuli Juwaini dan anggota Komisi VIII fraksi Partai Persatuan Pembangunan Hasrul Azwar.
Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) mengindikasikan terjadi penyimpangan dalam pengelolaan dana dana Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Kementerian Agama (Kemenag) sebesar Rp80 triliun dengan bunga sekitar Rp2,3 triliun sepanjang 2004-2012.
KPK juga telah mengirimkan tim ke Madinah dan Mekkah untuk melakukan pengecekan langsung untuk katering dan akomodasi dalam ibadah haji.