Selasa 20 May 2014 00:10 WIB

Politik Uang Jadi Hantu Bangsa Indonesia

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Erik Purnama Putra
Siswa madrasah saat melakukan proses pembelajaran di luar sekolah. Madrasah merupakan satu sistem pendidikan Islam.
Foto: Republika/Yasin Habibi/c
Siswa madrasah saat melakukan proses pembelajaran di luar sekolah. Madrasah merupakan satu sistem pendidikan Islam.

REPUBLIKA.CO.ID,

JAKARTA -- Anggota Fraksi PKS Herlini Amran mengatakan, isu politik uang dan pengelembungan suara saat ini sangat santer beredar di masyarakat. Karena itu, perlu dipertanyakan ke mana moralitas bangsa ini, Senin, (19/5).

Indonesia, ujar Herlini, adalah bangsa yang besar namun mengapa politik uang masih terjadi secara masif. "Yang jelas, sebagian kita kadang menyepelekan atau menggampangkan  moralitas, sehingga akhirnya terjebak dalam hedonis dan materialis," ujar anggota Komisi X DPR.

Ketika sebagian orang menganggap hal tersebut angin lalu, namun ada juga yang sebagian mencoba mawas diri, apa yang yang kurang dari kita. Politik uang dan korupsi, menurut dia, adalah hantu yang selalu mengejek dan membayangi bangsa ini. Menurut David Mc Cleland, dalam teori N-Ach atau need for achievement mengatakan bahwa peradaban sebuah bangsa dapat diukur dari buku-buku yang diterbitkan.

Seberapa besar buku-buku itu memberikan dorongan untuk maju? "Persoalan bangsa ini, bukan hanya sekedar buku yang memberikan motivasi, tetapi seberapa besar daya serap buku di manusia Indonesia," kata Herlini.

Oleh karena itu, kata dia, Taufiq Ismail dalam pengantar buku 'Mengantar Sastra ke Tengah Siswa' menyatakan, saat ini wajib baca siswa 0 (nol) buku. Selain itu, sekolah tidak memerintahkan menulis karangan wajib rata-rata sekali setahun setiap menjelang kenaikan atau tamat sekolah, kecuali untuk beberapa sekolah yang sedikit sekali jumlahnya.

Padahal, sudah hampir satu dekade ungkapan tersebut disampaikan oleh sastrawan kawakan Taufiq Ismail.  "Kondisi terkini belum banyak perubahan karena pelajaran sastra masih menyatu dengan pelajaran bahasa," kata Herlini.

Herlini melanjutkan, beberapa ahli menyebutkan arti penting membaca, baik secara individu atau komunitas. Pengaruh membaca pada individu telah dilakukan oleh Para peneliti dari Rush University Medical Centre, Chicago, Amerika Serikat.

Menurut penelitian tersebut, kata Herlini, sebanyak 294 orang yang berusia di atas 55 tahun diberi tes kognitif setiap enam tahun hingga mereka meninggal pada usia rata-rata 89 tahun. Selain itu, dalam masa pengamatan, mereka juga diberi kuesioner tentang aktivitas membaca  buku, menulis, dan aktivitas lain yang merangsang memori selama masa anak-anak, remaja, usia pertengahan, dan usia mereka saat itu.

Setelah meninggal, ujar Herlini, otak mereka diperiksa bukti tanda-tanda demensia. Hasilnya, ditarik kesimpulan bahwa orang yang aktif membaca memiliki penurunan memori yang lebih lambat dibandingkan dengan mereka yang kurang minat membaca.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement