REPUBLIKA.CO.ID, JAKARA -- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menginginkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menghentikan beragam bentuk diskriminasi hak asasi manusia (HAM). Khususnya, di sisa lima bulan terakhirnya sebagai presiden.
"SBY dalam masa akhir jabatannya, harus mampu menghentikan diskriminasi HAM yang terus terjadi," kata Koordinator Kontras Haris Azhar, Sabtu (17/5).
Menurut dia, saatnya SBY melindungi setiap warga negara tanpa kecuali. Serta memastikan tegaknya negara hukum di Indonesia. Khususnya sebagai presiden yang memiliki tanggung jawab untuk menegakkan konstitusi RI.
Ia berpendapat, pemerintah saat ini memiliki tanggung jawab untuk tidak memberkan situasi buruk ini kepada pemerintahan baru.
"Presiden baru Indonesia, siapa pun dia, akan selalu memiliki tanggung jawab konstitusional yang sama, untuk menegakkan UUD 1945," katanya.
Kontras juga menegaskan agar pemimpin baru mesti memajukan dan menegakkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sebelumnya, Amnesti Internasional menyatakan, pemimpin baru Indonesia harus memprioritaskan penanganan pelanggaran HAM yang masih berlangsung. Serta mencabut produk hukum yang represif dan diskriminatif.
Deputi Direktur Amnesti Internasional untuk wilayah Asia-Pasifik Ruppert Abbott menyatakan, selama 10 tahun kepemimpinan SBY, Indonesia hanya mencatat kemajuan penegakan HAM secara sporadik. Bahkan ada kemunduran di sejumlah bidang. Seperti kembali diberlakukannya hukuman mati setelah empat tahun dibekukan.
Amnesti Internasional juga menilai, kebebasan berekspresi telah mengalami kemunduran pada beberapa tahun terakhir. Karenanya, presiden selanjutnya harus bekerja untuk mengubah atau mencabut produk legislasi yang digunakan untuk kriminalisasi aktivitas politik damai.