REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Nusa Tenggara Timur sedang gencar berupaya untuk mendapatkan hak paten atas semua motif tenun ikat yang ada di wilayah provinsi kepulauan ini.
"Upaya untuk mendapatkan hak paten ini kami lakukan secara bertahap. Saat ini, sedang dalam proses mendapatkan hak paten untuk motif tenun ikat antara lain dari empat kabupaten di daratan Sumba, Rote Ndao, dan Sabu Raijua," kata Ketua Dekranasda NTT, Ny Lucia Adinda Lebu Raya, di Kupang, Sabtu.
Istri Gubernur Frans Lebu Raya itu mengemukakan sejumlah kendala yang dihadapi dalam perjuangan untuk mendapatkan hak paten dimaksud.
Misalnya setiap motif harus diketahui secara pasti asal daerah, tahun berapa mulai dikembangkan, dan siapa yang pertama merancang motif tenun ikat dimaksud.
"Ini membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengetahui secara pasti sejumlah komponen yang harus dilengkapi dalam mendapatkan hak paten, sehingga perlu tuntaskan semua hal yang dibutuhkan, jangan sampai ada yang klaim setelah hak paten itu kita peroleh," katanya.
Ia mengatakan untuk lebih terkoordinasi, para pengrajin tenun ikat diwadahi dalam bentuk kelompok. Sehingga secara kelompok, mereka dapat mengerjakan bersama-sama dan bisa mendapat bantuan.
"Saat ini rumah kerajinan juga sudah menyiapkan toko benang yang bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan benang yang berkualitas sehingga hasil tenunan juga," katanya.
Untuk maksud tersebut, saat ini Dekranasda provinsi setempat sedang menggelar rapat koordinasi (Rakor) kabupaten/kota guna menyampaikan berbagai kendala yang ditemui di daerahnya terkait pengembangan kerajinan tangan dan tenun ikat.
Dalam rakor itu Ny Diana dari Dekranasda Kabupaten Nagekeo mengeluhkan soal anggaran untuk Dekranasda yang sangat kecil, sumber daya manusia atau tenaga pendamping yang bisa membantu para pengrajin meningkatkan hasil produksinya dan ketersediaan bahan yang relatif kecil. Hal ini mengakibatkan para pengrajin memproduksi apa adanya.
Sedangkan Anis dari Dekranasda Kabupeten Kupang mengatakan banyak pengrajin tetapi kualitas hasil kerajinanya tidak bermutu karena tidak diperhatikan secara baik.
Sementara Ketua Dekranasda Alor menyatakan, keanekaragaman motif tenun di Alor sangat mendukung hasil kerajinan dari daerah tersebut tetapi pengrajin bingung hendak dipasarkan ke mana.
Begitu pula Edward dari Dekranasda Kabupaten Manggarai Barat, mengritik koordinasi yang tidak jalan antara Dekranasda provinsi dan kabupaten/kota. Misalkan, di Labuan Bajo akan ada kegiatan internasional yakni HAS yang dihadiri oleh para pengusaha dari berbagai negara.
"Semestinya, momentum itu bisa dimanfaatkan oleh Dekranasda untuk promosi, tetapi sepertinya tidak ada koordinasi yang baik sehingga tidak bisa memanfaatkan momentum ini," katanya.
Ketua Harian Dewan Kerajinan Nasional atau Dekranas Pusat Vita Gamawan Fauzi menegaskan pemerintah ingin memastikan dan melihat perajin siap menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.
"Oleh karena itu, Dekranas turun ke daerah, untuk melihat kondisi sebenarnya dari para perajin," katanya di Medan, Sabtu.
Menurut dia, meski memiliki sejumlah keunggulan, para perajin nasional dinilai harus tetap difasilitasi agar semakin kuat menghadapi persaingan. Untuk itu, kata dia, pemerintah akan tetap memberi dukungan kuat.