REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah harus melihat urgensi daerah dalam memutuskan pemekaran. Sebab wilayah perbatasan membutuhkan kebijakan afimatif untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakatnya.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Robert Endi Jaweng mengatakan, pemekaran tidak hanya menyangkut keterpenuhan syarat administrasi. Namun juga soal urgensi. Karenanya, kemendagri dan DPR harus berkomunikasi soal itu.
"DPR lebih tepat terlibat dalam persoalan urgensi dan tidak perlu terlibat dalam persoalan persyaratan. Biar itu menjadi wewenang pemerintah," kata Robert saat dihubungi wartawan, Rabu (7/5).
Kalau ada pemekaran dari Jawa, katanya, dipastikan bisa memenuhi syarat administrasi, tapi tidak secara urgensi. Berbeda dengan wilayah perbatasan seperti Kalimantan Barat. Di sana tidak memenuhi syarat karena secara kapasitas dan kemampuan ekonomi. "Tetapi jika dilihat dari sisi urgensi, tentu perlu dimekarkan," ujar dia.
Sebab, jika jauh dari jangkauan pemerintah maka pertahanan di perbatasan akan lemah. Secara ekonomi pun masyarakat dinilai jauh dari kesejahteraan. Akibatnya nasionalime masyarakat terancam.
Sebelumnya, kemendagri akan memperketat upaya pemekaran dengan mengusulkan adanya daerah persiapan. Artinya, ada rentang waktu lima tahun mengevaluasi daerah tersebut sebelum ditetapkan sebagai daerah otonom baru (DOB).