REPUBLIKA.CO.ID, Diantara terbatasnya fasilitas untuk penumpang, berupa toilet umum dan bangku-bangku di tempat transit Bus Transjakarta, ada satu yang istimewa dari kooridor alat transportasi kebanggaan warga DKI tersebut.
Musala mungil terselip di tengah-tengah koridor transit halte Grogol Dua. Musala berada tepat di bawah jembatan layang Trisakti, di antara jalur lalu lalang penumpang yang hendak pindah koridor. Ketika azan Maghrib berkumandang pada Selasa (6/5) musala tampak ramai. Beberapa penumpang transit bus trans berkunjung, untuk menunaikan shalat sekaligus istirahat sejenak
Pendirian musala memang merupakan hasil dari gagasan dan usulan sekelompok petugas tiket dan penjaga halte bus trans. Adalah Saefudin (42), salah seorang supervisor tiket yang menjadi salah satu penggagas pendirian musala.
Pada awalnya, ia merasa risau melihat para penumpang yang sibuk lalu lalang transit dan menunggu bus datang. Ia berpikir, mungkin saja mereka belum shalat, dan ingin beristirahat sejenak. Sementara halte hanya menyediakan fasilitas toilet umum dan tempat duduk seadanya, ia berpikir, tak ada salahnya mendirikan musala.
Gagasan pun segera direalisasikan. Lahan kosong di bawah jembatan layang Trisakti, yang pintu masuknya berada di tengah-tengah perlintasan penumpang transit dimanfaatkan. Kemudian, penggalangan dana pun dimulai sejak akhir 2013.
Para penyumbang merupakan petugas-petugas bus trans yang seluruhnya berstatus outsourceing. Tak lupa, ia pun meminta izin pada perusahaan agar gagasan pendirian musala dikabulkan. Bak gayung bersambut, perusahaan bahkan turut menyumbang dana untuk kelancaran pembangunan musala.
Akhirnya, dana sekitar lima juta terkumpul. Musala pun dibangun. Sederhana saja, lahan seluas 3x3 meter disulap jadi musala. “Tadinya ini tanah becek, makanya kita harus pasang keramik,” katanya.
Dinding musala terbuat dari kayu dan triplek yang dilapsi penutup bergambar kaligrafi indah dan kalimat-kalimat toyyibah berbahasa arab. Nuansa musala pun semakin terasa dengan dipasangnya baner bergambar ka’bah tepat di arah kiblat. Tak lupa, deretan sajadah pun rapi terhampar, agar penumpang merasa nyaman beribadah.
“Jagalah Kebersihan, Kebersihan Adalah Cermin Pribadimu,” tulisan tangan di atas kertas HVS tertempel sederhana di pintu masuk musala. Itu merupakan imbauan agar para pengunjung musala turut menjaga kebersihan, demi menjaga kesucian dan kenyamanan. Sebab di musala tak ada petugas kebersihan.
Secara sukarela, para supervisor dan petugas tiketlah yang secara bergantian membersihkannya. “Kalau kami senggang, musala kami bersihkan, setidaknya tiap sore disapu dan dipel, agar yang shalat betah, nggak masalah kita jadi pelayan penumpang dunia akhirat,” katanya senang.
Saat Republika berkunjung, kondisi musala bersih. Saefudin dan beberapa rekannya tengah berkumpul dan merapikan laporan tiket. “Alhamdulillah, sejak musala dibangun, setiap hari selalu ramai di sini,” kata supervisor lainnya Rizki Kurniawan. Bukan hanya shalat, lanjut Rizki, pengunjung musala kadang ikut beristirahat, atau mengisi baterai ponsel. Sebab di sana juga disediakan tiga sambungan listrik cuma-cuma.
Meski begitu, mereka berharap sumber air di daerah tersebut dapat dijernihkan. Pasalnya, air toilet berasa asin. Saefudin menduga, rasa air yang asin dipengaruhi oleh kali yang tercemar di kawasan tersebut. Selain itu, ia juga berharap dapat memeroleh dana untuk pembelian sajadah dan sendal untuk jamaah berwudlu. “Syukur-syukur kalau ada yang mau nyumbang,” selorohnya.
Selain di di halte Grogol Dua, terdapat dua musala lainnya yang terselip manis di antara koridor transit. Dua musala itu terdapat di halte Kuningan Barat dan Slipi Petamburan.
Saefudin bercerita, di Area Slipi bahkan telah dibangun taman untuk mempercantik area sekitar musala. Namun karena keterbatasan biaya, pembuatan taman pun belum bisa sempurna, “Doakan saja biar ada dananya,” katanya kemudian.
Sebab, sejak pendirian sampai perawatan musala, dananya dikeluarkan secara sukarela langsung dari saku para supervisor tiket. Atas dasar kebersamaan dan keikhlasan, mereka merawat musala. Atas dasar keikhlasan pula, mereka ingin mengabdi untuk kepentingan umat, di dunia dan akhirat.