REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Legislator Kota Pekanbaru, Riau, menyatakan restribusi biaya perolehan hak atas tanah dan bangunan belum dikelola secara maksimal sehingga berpotensi terhadap kebocoran.
"Retribusi merupakan penunjang Pendapatan Asli Daerah (PAD), maka sebaiknya instansi berwenang mengelola secara baik," kata Wakil Ketua Komisi I DPRD Kota Pekanbaru Kamaruzaman di Pekanbaru, Selasa.
Dia mengatakan agar pendapatan itu menjadi maksimal maka harus ada instansi yang secara khusus mengelola.
Politisi Partai Demokrat itu mengatakan instansi satuan khusus perlu mengurus pemasukan pajak dan restribusi objek jual beli menyangkut Biaya Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Dia khawatir ada potensi kecurangan dalam pelaporan masalah BPHTB itu dengan cara kompromi penjual dengan pembeli menyangkut harga yang tidak wajar.
Untuk masalah itu, katanya, perlu pengawasan karena sangat besar potensi PAD akan hilang secara percuma.
Pengawasan itu diharapkan melibatkan petugas Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) dan Dinas Tata Ruang dan Bangunan Pemkot Pekanbaru.
Dia menambahkan pengawasan itu juga harus dilakukan secara transparan agar tidak terjadi kebocoran penerimaan.
Saat ini proses jual beli tanah sangat tinggi di Kota Pekanbaru terutama untuk perumahan, ruko, perkebunan, pusat perbelanjaan maka merupakan pemasukan ke kas daerah dari sektor BPHTB.
Padahal sebelumnya, Wali Kota Pekanbaru Firdaus MT mengatakan pengelolaa PAD belum memadai maka perlu menekan biaya pengelolaan demi memperkecil subsidi.
Sebagai contoh pengelolaan Pasar Rumbai, maka Pemkot Pekanbaru harus mengeluarkan subsidi sebesar Rp480 juta per tahun.