REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV) merupakan virus baru yang sangat dahsyat dari Timur Tengah. Virus ini disebutkan telah menyerang 400 orang, bahkan sudah menewaskan lebih dari 100 penderita di Timur Tengah sejak kemunculannya yang pertama kali pada September 2012. MERS sendiri tidak bisa dianggap enteng seperti virus flu biasa pada umumnya, sebab virus ini jika tidak ditangani dengan baik bisa mematikan sang pengidap. Berbeda dengan flu biasa, penderita asalkan minum obat dan cukup istirahat bisa pulih kembali dalam hitungan hari.
Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan, memang MERS itu termasuk emerging virus atau virus yang baru muncul. "Sebelumnya MERS ini tidak ada, baru September 2012 baru tiba-tiba hadir," katanya di Jakarta, Selasa, (6/5).
Mers sendiri, ujar Ali, merupakan sindrom pernafasan yang berasal dari Timur Tengah penyebabnya adalah corona virus. Penyebab MERS ini berbeda dengan virus penyebab SARS. Gejala penderita MERS antara lain seperti penderita batuk pilek, mengalami panas demam, dan sesak nafas. "Namun ada ciri lainnya yang membedakan yakni penderita mengalami pernafasan pendek di mana nafasnya pendek-pendek," ujarnya.
Penderita MERS ini, terang Ali, juga bisa mengalami pneumonia, radang paru-paru, diare, bahkan gagal ginjal. "Sebenarnya tidak perlu panik dalam menghadapi MERS ini, namun harus waspada," katanya.
Kalau ada tanda-tanda orang mengalami gejala MERS, ujar Ali, maka ia harus segera memeriksakan diri ke dokter. Nanti pasien akan dites di laboratoriun menggunakan Polymerase Chain Reactor (PCR ) untuk mengetahui apakah ia positif mengidap MERS atau tidak.
"Namun tentunya yang harus waspada ini adalah penderita batuk pilek yang baru saja pulang dari Arab Saudi, misalnya pulang umrah. Kalau penderita batuk pilek tidak ada riwayat baru pergi ke Arab Saudi, ya tidak perlu khawatir terserang MERS," ujar pria berbaju batik merah tersebut.
Di sejumlah bandara di Indonesia seperti Bandara Soekarno Hatta di Cengkareng, Bandara Ngurah Rai di Bali, dan Bandara Kualanamu di Medan sudah terdapat klinik. "Warga yang baru pulang dari umrah, maupun TKW yang baru mendarat setelah penerbangan dari Timur Tengah bisa segera memeriksakan diri ke klinik di bandara untuk mengetahui apakah ia terkena MERS atau tidak, waspada sejak dini harus dilakukan," kata Ali.
Meskipun MERS sekarang sedang mengancam Arab Saudi, kata Ali, pemerintah tidak memberlakukan travel warning pergi naik haji atau umrah. Namun memang ada travel advice, jika umrah masih bisa ditunda demi kesehatan, alangkah baiknya jika umrah dilakukan setelah MERS ini hilang.
Kalaupun warga ingin tetap pergi umrah, terang Ali, maka warga harus bersikap waspada. Misalnya sebelum ke sana diusahakan tubuh bugar, daya tahan tubuh juga optimum, berlaku hidup bersih dan sehat, makan-makanan yang bergizi. Saat di Arab WNI juga harus menghindari kerumunan orang namun kalau memang terpaksa, sebaiknya mengenakan masker.
"Setiap saat sering-seringlah mencuci tangan dengan sabun, hindari juga makan daging mentah. Apalagi daging mentah yang terkontaminasi air liur binatang," ujar Ali.
Menurut Mantan Ketua South East Asia One Health University Network (SEAOHUN) untuk Wilayah Asean ini, warga yang pergi umrah sebaiknya tidak piknik ke peternakan onta terlebih dulu. "Saya lihat banyak orang umrah datang ke peternakan unta untuk foto-foto, nah untuk sementara kegiatan semacam itu dihentikan dulu sebab ada dugaan kalau MERS ini ditularkan oleh unta atau kelelawar," katanya.
Namun, ujar Ali, saat ini penyebab utama penularan MERS ini masih terus diselidiki. Meski dugaan penularan dari hewan, ternyata ada petugas kesehatan yang pulang dari Arab terkena MERS, padahal ia tidak kontak dengan unta.
"Maka ada kemungkinan MERS ini ditularkan dari manusia ke manusia. Namun saat penularan antar manusia masih sangat terbatas, limited human to humas, " ujarnya penuh semangat.
Kalau misalnya ada warga yang pulang dari umroh setelah mendarat tidak apa-apa namun ternyata kurang dari dua minggu mengalami batuk pilek disertai nafas pendek sebaiknya segera ke dokter. "Penderita jangan lupa cerita kalau ia baru pulang dari Arab, agar dokter bisa segera mengeceknya apakah dia terserang flu biasa atau MERS," kata Ali.
Semua umur, terang pria dari Blitar ini, bisa terserang. Namun memang anak di bawah lima tahun dan orang dengan usia di atas 45 memiliki daya tahan tubuh yang lebih rendah makanya risiko terkena MERS lebih tinggi.
"Kalau ada penderita penyakit kronis seperti diabetes, jantung, dan ginjal sebaiknya konsultasi dengan dokternya jika ingin umrah. Sebab orang-orang seperti ini berisiko tinggi terkena MERS karena daya tahan tubuhnya lebih rendah," kata Ali yang pernah menjadi Vice President World Health Assembly WHO 2012.
Menurut dokter yang mengajar di banyak perguruan tinggi di berbagai belahan dunia seperti Taiwan, Malaysia, Pakistan ini, terdapat satu WNI yang meninggal terkena MERS. Ia memang bermukim di Arab sejak lama, bukan orang yang pergi umrah maupun naik haji, intinya perlu sikap waspada menghadapi MERS.