Senin 05 May 2014 15:56 WIB

SBY Harap Moratorium Konsesi Hutan Diteruskan

Rep: Esthi Maharani/ Red: Mansyur Faqih
Susilo Bambang Yudhoyono
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Susilo Bambang Yudhoyono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengharapkan pemerintahan mendatang meneruskan moratorium konsesi hutan. Sebab, kebijakan tersebut telah memberikan hasil yang signifikan terhadap kondisi hutan di Indonesia.

Hal tersebut disampaikannya saat memberikan pidato kunci sekaligus membuka Forests Asia Summit 2014 atau Pertemuan Puncak Hutan Asia, Senin (5/5). Acara yang berlangsung sejak 5-6 Mei tersebut menghadirkan 10 menteri dan wakil menteri dari seluruh Asia Tenggara. 

Hadir pula para eksekutif dari lebih dari 25 perusahaan. Antara lain, Golden Agri-Resources, APP, Nestle, Cargill, Ketua Panel IPCC Dr Rajendra Pachauri, tokoh LSM dan kelompok masyarakat adat, Bank Dunia, ADB, dan USAID.

"Tahun lalu, saya memperpanjang kebijakan itu sampai hingga 2015. Hasilnya, kami telah menurunkan tingkat penggundulan hutan kita dari 1,2 juta hektare per tahun antara 2003 dan 2006, menjadi 450 dan 600 ribu hektare per tahun selama periode moratorium pada 2011 hingga 2013. Oleh karena itu, kami berhasil mengurangi 211 juta ton CO2," katanya. 

Menurutnya, untuk memperkuat upaya moratorium konsensi hutan itu telah diterbitkan pula Inpres Nomor 6/2013 yang sifatnya sebagai penguat dan koreksi atas moratorium sebelumnya. 

SBY juga mengklaim pemerintah telah menanam lebih dari empta miliar pohon untuk mengurangi tingkat penggundulan hutan. Ia bahkan menantang untuk menghitung sendiri pohon yang telah ditanam pemerintah. 

"Jika Anda ragu, silakan hitung saja sendiri. Hanya jangan sampai Anda lupa menghitungnya sehingga Anda tidak harus mengulang dari awal," katanya disambut tawa peserta. 

Menurutnya, salah satu desa di Sulawesi Tengah, yakni Desa Lonca berhasil menghentikan praktik pembukaan hutan dengan cara membakar. Mereka telah dikenalkan dengan program berbasis masyarakat untuk mengelola hutan dan Daerah Aliran Sungai (DAS). 

Masyarakat Lonca sudah sadar bahaya teknik pembakaran lahan dan hutan. Selain melepaskan karbon ke atmosfer, pembakaran hutan juga menghancurkan habitat dan mengancam ekosistem. Selain itu, teknik ini dapat mengekspos penduduk desa untuk lebih besar risiko kelaparan.

"Sekarang, masyarakat Lonca bertani di sebidang tanah permanen. Mereka sekarang tahu bagaimana cara bertanam selang-seling untuk memastikan kesuburan lahan," ujar SBY.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement