Kamis 01 May 2014 21:37 WIB

BPPTKG Pantau Aktivitas Gas di Perut Merapi

Rep: Yulianingsih / Red: Djibril Muhammad
 Asap sulfatara keluar dari Gunung Merapi saat difoto dari Sabana 2 Gunung Merbabu, Boyolali, Jawa Tengah Ahad (27/4).
Foto: Antara/Teresia May
Asap sulfatara keluar dari Gunung Merapi saat difoto dari Sabana 2 Gunung Merbabu, Boyolali, Jawa Tengah Ahad (27/4).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Balai Penelitian dan Penyelidikan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta memantau aktivitas gas yang ada di perut Merapi. Sebab, setelah kenaikan status aktivitas Merapi menjadi waspada pada Selasa (29/4) malam lalu, aktivitas gas di perut Merapi tersebut semakin tinggi.

"Terdengar suara dentuman dari pos pantauan Babada, sore kemarin (Rabu) terdengar terus menerus sebanyak 24 kali lebih banyak dari hari sebelumnya. Ini membuktikan bahwa aktivitas gas Merapi cukup tinggi," kata Kepala BPPTKG Yogyakarta, Subandriyo, Kamis (1/5).

Suara dentuman tersebut menurutnya, karena ada turbulensi gas yang membawa material vulkanik dan  membentur dinding Merapi sehingga terdengan suara berdentum.

Suara dentuman itu menurutnya tidak terdengar di semua pos pantauan Merapi. Paling sering terdengar suara dentuman tersebut di Pos Pantauan Babadan.

 

Meski aktivitas gas di perut Merapi tinggi namun asap solfatara yang dikeluarkan dari perut gunung tersebut masih lemah. "Sistem di atas (kubah) tidak tertutup sehingga asap keluar. Kita terus pantau apakah ada peningkatan aktivitas  terus atau menurun," ujarnya.

Aktivitas gas di perut Merapi tersebut dipantau serius karena, saat ini aktivitas Merapi tidak disertai gempa frekuensi tinggi atau HF. Gempa HF inilah yang dijadikan tanda pergerakan magma Merapi ke permukaan.

Saat ini di Merapi hanya ada gempa frekuensi rendah atau LF. "Bedanya dengan 2010 lalu gempa HF intensif terjadi menunjukkan pergerakan magma ke permukaan. Kalau sekarang aktivitas gasnya tinggi tetapi tidak ada gempa HF dan tidak deformasi," ujarnya.

BPPTKG khawatir, jika aktivitas gas yang tinggi tersebut juga disertai aktivitas magma di bawahnya. Karenanya aktivitas gas Merapi tersebut dipantau secara intensif.

Sejak 2010 lalu, Merapi sudah mengeluarkan 10 kali letusan minor berupa gas dan materiaal tanpa di sertai tanda-tandaa gempa HF. Meski letusan tersebut hanya skala 1 atau hanya berbahaya di radius 1 kilometer dari puncak Merapi namun pihaknya tetap mewaspadai aktivitas gas di perut Merapi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement